Sindikat Penipuan Kripto Internasional Dibongkar: Kerugian Korban Capai Belasan Miliar Rupiah
Polda Metro Jaya berhasil mengungkap jaringan penipuan daring (online scam) yang beroperasi dengan modus investasi kripto bodong. Kejahatan transnasional ini melibatkan warga negara asing dan menyebabkan kerugian yang sangat signifikan bagi para korban di berbagai daerah.
Dalam operasi penangkapan yang dilakukan, dua tersangka berhasil diamankan. Salah seorang di antaranya adalah warga negara Malaysia berinisial YCF, yang memiliki peran sentral dalam perekrutan dan pendanaan aktivitas ilegal ini. YCF diduga kuat merekrut seorang warga negara Indonesia berinisial SP untuk menjalankan operasional penipuan di lapangan. SP bertugas mencari individu yang bersedia namanya digunakan sebagai pemilik saham dan direktur perusahaan fiktif yang didirikan untuk menyamarkan aliran dana hasil kejahatan.
Modus Operandi yang Canggih
Para pelaku menggunakan modus operandi yang terbilang canggih dengan memanfaatkan aplikasi perdagangan aset kripto fiktif. Aplikasi ini dirancang sedemikian rupa untuk memberikan kesan investasi yang menguntungkan, padahal sebenarnya tidak ada aset kripto yang diperdagangkan. Kombes Roberto GM Pasaribu menjelaskan bahwa para pelaku awalnya menjanjikan keuntungan fantastis, mencapai 150 persen dari modal yang diinvestasikan. Hal ini dilakukan untuk menarik minat korban dan membuat mereka percaya pada potensi keuntungan yang besar.
Setelah korban tergiur dan melakukan investasi awal, pelaku akan terus mendorong mereka untuk menambah modal dengan iming-iming keuntungan yang lebih besar lagi. Korban ditawari untuk bergabung dengan "grup eksekutif" dengan nilai investasi minimal Rp 1 miliar atau setara dengan mata uang asing lainnya. Namun, setelah korban melakukan top-up atau penambahan modal, mereka mulai mengalami kesulitan untuk menarik dana dan keuntungan yang dijanjikan. Pada titik inilah penipuan sebenarnya terjadi.
Penggunaan Teknologi AI untuk Meyakinkan Korban
Untuk meyakinkan para korban, sindikat ini bahkan menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI). Mereka membuat video tutorial investasi yang menampilkan sosok yang tampak seperti ahli keuangan, namun diduga kuat merupakan hasil rekayasa AI. Video ini bertujuan untuk memberikan kesan profesional dan meyakinkan, sehingga korban merasa aman dan percaya untuk menginvestasikan uang mereka.
Para pelaku menargetkan korban melalui platform media sosial seperti Facebook. Mereka menawarkan kesempatan investasi kripto dengan keuntungan tinggi, sehingga menarik perhatian banyak orang yang kurang waspada terhadap risiko investasi daring. Kombes Roberto Pasaribu mengungkapkan bahwa hingga saat ini, polisi telah mengidentifikasi delapan korban yang tersebar di berbagai wilayah, termasuk Jakarta, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
Kerugian Mencapai Belasan Miliar Rupiah
Total kerugian yang dialami oleh para korban mencapai angka yang fantastis, yaitu lebih dari Rp 18 miliar. Jumlah ini menunjukkan betapa masifnya operasi penipuan yang dilakukan oleh sindikat ini. Pihak kepolisian terus melakukan pengembangan kasus untuk mengungkap jaringan yang lebih luas dan menangkap pelaku lainnya.
Perusahaan Cangkang untuk Menyamarkan Kejahatan
Salah satu taktik yang digunakan oleh sindikat ini adalah mendirikan perusahaan cangkang atau perusahaan fiktif di Indonesia. Perusahaan ini terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU), namun seluruh pemilik saham, direksi, dan komisarisnya adalah fiktif. Identitas orang lain digunakan tanpa izin untuk membuka rekening perusahaan dan melakukan transaksi keuangan ilegal.
Para pelaku membayar sejumlah uang kepada orang-orang yang bersedia meminjamkan identitas mereka untuk keperluan pendirian perusahaan fiktif. Hal ini dilakukan untuk menyamarkan aliran dana hasil kejahatan dan mempersulit pelacakan oleh pihak berwajib. Saat ini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap identitas orang-orang yang terlibat dalam praktik ini.
Kombes Roberto Pasaribu menjelaskan bahwa nama-nama perusahaan fiktif dipilih secara cermat oleh para pelaku untuk memberikan kesan kredibel dan meyakinkan para korban. Hal ini dilakukan agar korban percaya bahwa mereka berurusan dengan perusahaan yang sah dan terpercaya.