Resistensi Antimikroba: Dari 'Silent Pandemic' Menuju Krisis Kesehatan Global 'Grand Pandemic'
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama, menyampaikan pandangan serius mengenai resistensi antibiotik yang kini telah bertransformasi menjadi ancaman kesehatan global yang signifikan. Ia menyatakan bahwa resistensi antimikroba (AMR) tidak lagi dapat dianggap sebagai 'silent pandemic' atau pandemi tersembunyi, melainkan telah memasuki fase 'Grand Pandemic' yang mengkhawatirkan.
"Kondisinya sudah membesar, tidak lagi tersembunyi," ujar Prof. Tjandra, menekankan urgensi situasi terkini. Transformasi ini didasarkan pada beberapa faktor krusial. Pertama, angka kematian yang disebabkan oleh AMR telah mencapai lima juta jiwa per tahun secara global. Jumlah ini melampaui angka kematian akibat HIV-AIDS dan malaria, menempatkan AMR sebagai penyebab kematian ketiga tertinggi di dunia. Peningkatan dramatis dalam angka kematian ini menjadi indikator utama bahwa AMR telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang mendesak.
Selain itu, AMR tidak lagi terbatas pada satu atau dua patogen penyebab penyakit. Resistensi ini telah menyebar ke berbagai jenis infeksi, memperluas dampak negatifnya terhadap kesehatan manusia. Implikasi AMR tidak hanya terbatas pada aspek kesehatan, tetapi juga meluas ke bidang sosial dan ekonomi. Dampak sosial meliputi peningkatan biaya perawatan kesehatan, penurunan produktivitas tenaga kerja, dan potensi disrupsi sistem kesehatan. Sementara itu, dampak ekonomi termasuk penurunan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kemiskinan, dan ketidakstabilan global.
Menyadari dampak luas AMR, Bank Dunia pada tahun 2024 meluncurkan serangkaian program dan kegiatan yang terangkum dalam dokumen berjudul "Stopping the Grand Pandemic: A Framework for Action Addressing Antimicrobial Resistance through World Bank Operations". Inisiatif ini bertujuan untuk mengatasi AMR melalui pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai sektor dan pemangku kepentingan.
Prof. Tjandra menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk mengembangkan upaya dan skema yang sejalan dengan inisiatif Bank Dunia dalam menanggulangi AMR. Langkah ini dianggap krusial dalam mencapai kesehatan generasi di era Indonesia Emas. Implementasi strategi yang efektif dan terkoordinasi akan membantu melindungi masyarakat Indonesia dari ancaman AMR dan memastikan masa depan yang sehat dan produktif bagi generasi mendatang.
Upaya penanggulangan AMR memerlukan pendekatan multidisiplin dan kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga kesehatan, akademisi, industri farmasi, dan masyarakat umum. Beberapa langkah kunci yang perlu diambil meliputi:
- Pengawasan dan pengendalian penggunaan antibiotik: Menerapkan kebijakan yang ketat untuk membatasi penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan mendorong penggunaan yang rasional.
- Peningkatan kebersihan dan sanitasi: Meningkatkan akses terhadap air bersih, sanitasi yang layak, dan praktik kebersihan yang baik untuk mencegah penyebaran infeksi.
- Pengembangan antibiotik baru: Menginvestasikan dalam penelitian dan pengembangan antibiotik baru untuk mengatasi resistensi yang berkembang.
- Pendidikan dan kesadaran masyarakat: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya AMR dan pentingnya penggunaan antibiotik yang bijak.
- Penguatan sistem kesehatan: Memperkuat sistem kesehatan untuk mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan infeksi yang resistan terhadap antibiotik.
Dengan mengambil langkah-langkah yang komprehensif dan terkoordinasi, Indonesia dapat mengurangi dampak AMR dan melindungi kesehatan masyarakat. Penanggulangan AMR bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau lembaga kesehatan, tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat.