Ancaman Krisis Gas Hantui Industri Manufaktur di Tengah Transisi Energi

Sektor Manufaktur Terancam Kontraksi Akibat Krisis Gas

Sinyal pelemahan aktivitas manufaktur di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Indeks PMI April 2025 menunjukkan kontraksi yang signifikan, memicu kekhawatiran akan keberlangsungan industri. Kondisi ini diperparah dengan ancaman krisis pasokan gas bumi yang menghantui pabrik-pabrik di Jawa dan Sumatera.

Laporan dari DPR Komisi VII mengungkapkan bahwa kebutuhan gas industri di Jawa Barat mencapai 500-550 BBTUD, namun pasokan yang tersedia masih defisit. Jika masalah ini tidak segera diatasi, defisit diperkirakan akan melonjak pada tahun 2028. Ketidakseimbangan pasokan gas juga terjadi di wilayah Sumatera dan Jawa lainnya, akibat produksi lapangan yang menurun dan infrastruktur pipa yang belum memadai.

Akibatnya, sejumlah pabrik terpaksa mengimpor LNG untuk memenuhi kebutuhan pasokan gas. PGN bahkan menyalurkan LNG lebih banyak dari target awal ke Jawa Barat sejak Mei 2024. Di sisi lain, pemerintah sedang mendorong transisi energi dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, termasuk gas.

Gas Bumi: Jembatan Menuju Energi Terbarukan

ReforMiner Institute menekankan bahwa gas bumi masih memiliki peran strategis sebagai jembatan menuju energi baru dan terbarukan (EBT) yang berkelanjutan. Indonesia menargetkan pembangkit baru dari gas bumi hingga 2040, di tengah rekomendasi pemanfaatan energi terbarukan.

Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa pemanfaatan gas untuk kebutuhan industri masih mendominasi. Jika pasokan gas tersendat saat krisis, rantai pasok energi ke industri bernilai tambah tinggi seperti petrokimia, elektronik, otomotif, dan farmasi akan terganggu. Potensi besar gas dalam negeri belum mampu digunakan untuk mendorong pembangunan ekonomi dan industri.

Kondisi ini mengisyaratkan bahwa optimalisasi gas hanya sebagai solusi untuk mengurangi beban impor LPG dan menopang kebutuhan energi nasional. Keandalan pasokan gas bumi sangat penting agar industri tetap berdaya saing. Gangguan suplai gas dapat menyebabkan biaya produksi melambung, investor ragu, dan teknologi canggih enggan berinvestasi di Indonesia.

Rekomendasi Strategis untuk Mengatasi Krisis

Pemerintah dan pelaku industri perlu mengambil langkah konkret untuk menghadapi situasi ini:

  • Memperluas infrastruktur gas: Mempercepat pembangunan jaringan pipa dan fasilitas pengolahan gas, seperti pipa Dumai-Sei Mangkei dan Cirebon-Semarang. Pembangunan terminal LNG dan FSRU juga perlu dipercepat.
  • Memrioritaskan gas domestik: Menerapkan kebijakan DMO lebih ketat untuk memastikan perusahaan migas mengutamakan kebutuhan dalam negeri.
  • Memberikan insentif untuk industri intensif gas: Sektor petrokimia, baja, otomotif, dan elektronik harus mendapat dukungan fiskal, seperti tarif gas preferensial atau subsidi sasaran.
  • Menjadikan gas sebagai jembatan energi bersih: Memaksimalkan pemanfaatan gas sebagai energi transisi sambil mempercepat proyek energi hijau. Program Jargas juga perlu dipercepat.
  • Mendukung industri bernilai tinggi: Mendorong hilirisasi dan pengembangan teknologi manufaktur canggih, serta memberikan fasilitas seperti kawasan industri terpadu dengan infrastruktur gas yang handal.

Industri nasional dapat memulihkan kinerjanya dan menghadapi transisi energi dengan kelancaran pasokan gas bumi. Gas domestik yang dikelola dengan baik adalah fondasi bagi manufaktur dan jembatan menuju ekonomi hijau di masa depan. Sinergi antara pemerintah dan dunia usaha diperlukan untuk memperkuat pasokan gas dan mengakselerasi energi baru.