Konflik Lahan Lippo Group di Kemang Mencuat, Dugaan Keterlibatan Mafia Tanah Mencuat

Perseteruan terkait kepemilikan lahan kembali menghangat di Jakarta Selatan, melibatkan Lippo Group dan sekelompok orang yang mengklaim sebagai ahli waris. Insiden bentrokan yang terjadi pada Rabu, 30 April 2025, di kawasan Kemang Raya, menambah daftar permasalahan agraria yang kompleks di ibu kota.

Pihak Lippo Group menuding bahwa kelompok yang menduduki lahan tersebut bukanlah ahli waris yang sah, melainkan kelompok terorganisir yang sengaja disewa untuk mengklaim aset perusahaan secara ilegal. Menurut Direktur Eksternal Lippo Group, Danang Kemayan Jati, perusahaan telah memiliki Sertifikat Kepemilikan Tanah (SKT) sejak tahun 2014. "Tidak ada ahli waris di sana, mereka semua preman bayaran," tegas Danang pada Jumat, 2 Mei 2025.

Upaya negosiasi yang dilakukan oleh kuasa hukum Lippo Group untuk menawarkan kompensasi kepada para penduduki ilegal agar bersedia meninggalkan lokasi secara damai, menemui jalan buntu. Penolakan tersebut menimbulkan kecurigaan adanya pihak ketiga yang sengaja memprovokasi konflik demi menciptakan dasar klaim baru atas tanah tersebut. "Kami menduga ada keterlibatan mafia tanah yang menggerakkan kelompok ini untuk mengaku sebagai ahli waris," imbuh Danang.

Bentrokan fisik terjadi ketika perwakilan perusahaan berupaya memasuki area lahan dan dihadang oleh kelompok yang telah menduduki lokasi sebelumnya. Kapolsek Mampang Prapatan, Komisaris Aba Wahid Key, menjelaskan bahwa kuasa hukum Lippo Group menjadi sasaran pelemparan batu oleh kelompok tersebut, yang memicu kericuhan. Aparat kepolisian Polres Metro Jakarta Selatan telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dari total 27 orang yang diperiksa. Hasil penyelidikan awal mengindikasikan bahwa kelompok tersebut bertindak secara terorganisir dan bukan atas inisiatif sendiri.

AKP Igo Fazar Akbar, Kanit Kriminal Umum Polres Metro Jakarta Selatan, mengungkapkan bahwa para tersangka diduga kuat merupakan orang bayaran. "Sepuluh tersangka berasal dari kelompok yang mengklaim memiliki legalitas atas lahan tersebut, namun dari hasil penyelidikan, kami menduga mereka adalah orang-orang yang disewa," jelas Igo.

Kasus ini menambah panjang daftar konflik agraria yang terjadi di Jakarta, yang seringkali dipicu oleh tumpang tindih sertifikat kepemilikan, klaim warisan yang meragukan, dan tindakan premanisme sebagai alat untuk merebut lahan. Kompleksitas permasalahan agraria di Jakarta membutuhkan penanganan yang serius dan komprehensif untuk menghindari konflik serupa di masa depan.

Berikut point penting dalam berita ini:

  • Konflik lahan antara Lippo Group dan kelompok yang mengaku ahli waris di Kemang Raya, Jakarta Selatan.
  • Lippo Group menuding kelompok penduduki adalah preman bayaran yang disewa oleh mafia tanah.
  • Upaya negosiasi dan tawaran kompensasi dari Lippo Group ditolak.
  • Bentrokan fisik terjadi, dan polisi menetapkan 10 orang sebagai tersangka.
  • Polisi menduga para tersangka adalah orang bayaran.
  • Kasus ini menambah daftar panjang konflik agraria di Jakarta yang kompleks.