Antisipasi Karhutla Meningkat: BMKG Serukan Kewaspadaan Dini di Tengah Musim Kemarau 2025

Musim kemarau 2025 yang diperkirakan akan membawa peningkatan risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan imbauan kewaspadaan. Seruan ini ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat, pemerintah daerah, serta berbagai pemangku kepentingan terkait. Pencegahan dini dianggap sebagai langkah krusial untuk meminimalkan dampak negatif karhutla yang meliputi kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, dan gangguan kesehatan masyarakat.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam apel Kesiapsiagaan Nasional Karhutla yang berlangsung di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau, menekankan pentingnya mitigasi. Ia menyatakan bahwa Indonesia saat ini memasuki musim kemarau, yang secara inheren meningkatkan potensi terjadinya karhutla. Oleh karena itu, keterlibatan aktif dari seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat umum, sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko dan dampak buruk yang mungkin timbul.

Prediksi dan Potensi Karhutla

Menurut prediksi BMKG, awal musim kemarau 2025 akan berlangsung bertahap mulai akhir April hingga Juni, mencakup sebagian besar wilayah Indonesia. Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi antara Juni dan Agustus. Secara umum, kondisi kemarau diperkirakan normal (sekitar 60% wilayah), namun terdapat potensi kemarau atas normal (lebih basah) di 26% wilayah dan kemarau bawah normal (lebih kering) di 14% wilayah.

Pada periode April-Mei 2025, risiko karhutla secara umum masih rendah. Akan tetapi, beberapa area di Riau, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai menunjukkan peningkatan risiko menengah hingga tinggi. Peningkatan signifikan risiko karhutla diprediksi terjadi pada Juni 2025, khususnya di Riau (41,5% wilayah berisiko tinggi), Sumatra Utara, Jambi, dan sekitarnya. Periode Juli hingga September 2025 diperkirakan akan memperluas wilayah berisiko karhutla ke Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua. Wilayah-wilayah seperti NTT, NTB, Papua Selatan, Kalimantan Selatan, dan Bangka Belitung diidentifikasi sebagai wilayah dengan potensi risiko tertinggi. Kondisi ini diperkirakan masih berlanjut hingga Oktober 2025 di NTT, Papua Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.

Khusus untuk Riau, Dwikorita menjelaskan bahwa wilayah ini berpotensi mengalami dua puncak musim kemarau, yaitu pada Februari-Maret dan Mei-Agustus. Kondisi ini menyebabkan Riau lebih rentan terhadap hotspot dibandingkan wilayah lain. Bahkan tanpa pembakaran, potensi kebakaran tetap ada karena faktor angin dan gesekan ranting. Oleh karena itu, prediksi berbasis data menjadi sangat penting untuk mitigasi.

Upaya Antisipasi dan Mitigasi

BMKG bersama BNPB dan pemerintah daerah telah mengambil langkah-langkah antisipasi, termasuk pembasahan lahan, mempertahankan tinggi muka air di lahan gambut, dan pengisian embung serta kanal dengan memanfaatkan curah hujan yang masih ada selama periode transisi menuju musim kemarau. Selain itu, Operasi Modifikasi Cuaca (OMC), patroli udara, dan pengawasan lapangan secara berkala juga ditingkatkan, terutama di Riau yang telah menetapkan status siaga darurat karhutla.

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Budi Gunawan, yang juga hadir dalam apel, menyampaikan bahwa berdasarkan data BMKG, telah terdeteksi 144 titik api dengan luas lahan terbakar sekitar 81 hektare di Riau hingga akhir April 2025. Ia menegaskan instruksi Presiden Prabowo Subianto agar semua pihak menjaga agar karhutla tidak meluas, mengingat dampaknya terhadap nama baik Indonesia, kesehatan masyarakat, dan stabilitas kawasan.

Apel Kesiapsiagaan Nasional Karhutla ini merupakan bagian dari upaya mitigasi bencana sejak dini. Budi Gunawan menekankan bahwa pencegahan adalah cara paling efektif dibandingkan upaya pemadaman setelah api membesar. Langkah konkret yang diambil meliputi OMC yang dimulai di Riau pada 1 Mei 2025, water bombing, pengisian embung dan kanal, serta patroli helikopter secara berkala.

Dwikorita mengajak semua pihak untuk memanfaatkan informasi prediksi iklim dan potensi karhutla yang tersedia melalui situs resmi BMKG, termasuk data kualitas udara dan titik panas yang diperbarui setiap jam. BMKG berkomitmen untuk terus memantau perkembangan iklim dan potensi karhutla serta menyampaikan informasi terkini kepada masyarakat dan pihak terkait demi mencegah dampak buruk yang mungkin terjadi. Dengan data yang akurat dan tindakan yang cepat, potensi bencana besar dapat dihindari.