Inovasi Siswa Merauke Ubah Limbah Sapi dan Sagu Jadi Pupuk Organik Berbasis Energi Surya
SMAN 3 Merauke Finalis Toyota Eco Youth dengan Inovasi 'Brown Block of Life'
Semangat melestarikan lingkungan menjadi pendorong utama Toyota dalam menyelenggarakan Toyota Eco Youth (TEY). Pada TEY ke-13 ini, dengan tema "EcoActivism, Saatnya Beraksi Jaga Bumi", fokus utama adalah pada upaya dekarbonisasi oleh generasi muda, serta menggali peluang ekonomi masyarakat.
SMAN 3 Merauke, sebagai salah satu finalis TEY ke-13, mengajukan proposal inovatif berjudul "Brown Block of Life" (BBL). Inisiatif ini memanfaatkan limbah kotoran sapi dan ampas sagu sebagai bahan baku pembuatan pupuk tanaman dan kompos, dengan dukungan energi surya dan mengusung konsep circular economy. Proposal BBL ini diharapkan menjadi solusi atas permasalahan lingkungan di wilayah Merauke.
Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Nandi Julyanto, mengapresiasi ide-ide kreatif dan inovatif yang sejalan dengan upaya dekarbonisasi. Dukungan Toyota terhadap 25 finalis proposal terbaik TEY ke-13 diwujudkan melalui pendampingan atau Genba ke sekolah-sekolah finalis. Tujuannya adalah mematangkan visi dan misi proyek lingkungan agar lebih aplikatif dan melibatkan masyarakat. Kota Merauke menjadi salah satu kota yang dikunjungi oleh tim Toyota Indonesia setelah sebelumnya mengunjungi kota Balikpapan, Surabaya, Manado, Makassar dan Mojokerto. Kegiatan ini sekaligus memperkuat visi misi seluruh finalis peserta program TEY yang telah berjalan selama dua dekade sejak tahun 2005.
Wakil Presiden Direktur PT Toyota-Astra Motor (TAM), Henry Tanoto, menekankan bahwa TEY bukan hanya meningkatkan kepedulian pelajar terhadap lingkungan, tetapi juga melahirkan pionir lingkungan yang mampu mewujudkan inovasi untuk mengatasi masalah lingkungan. Toyota Indonesia meyakini bahwa ide kreatif generasi muda dapat diwujudkan dalam aksi nyata.
Pemanfaatan Limbah Sapi dan Sagu dengan Tenaga Surya
Tim juri TEY ke-13 menilai proposal SMAN 3 Merauke sangat kreatif dan inovatif. Mereka berhasil menciptakan terobosan dalam pengolahan limbah kotoran sapi dan ampas sagu yang ramah lingkungan serta melibatkan masyarakat. Gagasan ini sangat relevan dengan potensi geografis Papua Selatan sebagai pusat produksi sagu dan peternakan sapi.
Limbah dari produksi sagu dan peternakan sapi dapat menghasilkan gas rumah kaca, seperti metana (CH4), yang memiliki potensi pemanasan global lebih tinggi dari karbondioksida (CO2). Pengelolaan kotoran sapi yang efektif dan pemanfaatan ampas sagu sebagai bahan kompos dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.
Kepala Sekolah SMAN 3 Merauke, Benedikta Sri Lestari Kelanit, menjelaskan bahwa pengolahan limbah sagu dan kotoran sapi menjadi BBL tidak hanya membersihkan lingkungan tetapi juga mencegah pemanasan global. BBL yang menggunakan energi matahari dapat menutrisi tanaman selama 4 tahun dan menyediakan alternatif pupuk organik yang murah.
Inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan peternak, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat perekonomian lokal di Papua Selatan. Kegiatan ini menciptakan sirkulasi ekonomi yang signifikan di masyarakat.