Penyelidikan Intensif: Polisi Buru Pelaku Penyanderaan Petugas Intelijen Saat Aksi May Day Semarang

Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang tengah melakukan investigasi mendalam terkait insiden penyanderaan seorang anggota intelijen kepolisian, Brigadir Eka Zidan, pada saat peringatan Hari Buruh atau May Day yang berujung ricuh di depan kantor Gubernur Jawa Tengah. Insiden tersebut terjadi pada Kamis, 1 Mei 2025.

Kapolrestabes Semarang, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) M. Syahduddi, menyatakan bahwa identitas pelaku penyanderaan masih belum diketahui. Pihaknya saat ini terus berupaya mengidentifikasi dan menangkap pelaku yang bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Penyelidikan dilakukan secara intensif untuk mengungkap motif dan keterlibatan pihak lain dalam insiden ini.

Selain fokus pada kasus penyanderaan, Polrestabes Semarang juga tengah menelusuri keberadaan individu atau kelompok yang diduga menjadi provokator dalam aksi May Day tersebut. Polisi tidak akan mentolerir tindakan provokasi yang menyebabkan kericuhan dan mengganggu ketertiban umum. Kombes Pol Syahduddi menegaskan bahwa pihaknya akan terus mencari dan memburu kelompok yang dianggap bertanggung jawab atas kericuhan tersebut, termasuk kelompok yang disebut sebagai 'anarko'.

Sebelumnya, Polrestabes Semarang telah menetapkan enam orang sebagai tersangka terkait kerusuhan yang terjadi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah saat peringatan Hari Buruh. Penangkapan dilakukan setelah polisi menemukan bukti adanya grup WhatsApp yang mengindikasikan keterlibatan kelompok yang menamakan diri 'FMIPA anarko'. Dalam grup tersebut, terdapat 18 orang yang diduga memiliki peran dalam aksi kerusuhan. Polisi akan terus menyelidiki peran masing-masing anggota grup dan akan memproses secara hukum jika terbukti terlibat dalam tindak pidana.

Keenam tersangka yang dihadirkan di Mapolrestabes Semarang beserta barang bukti kerusuhan, seperti sepatu, paving block, pagar, sisa petasan, dan potongan kayu, adalah:

  • MAS (22), berasal dari Kalimantan Barat
  • KM (19), berasal dari DKI Jakarta
  • AD (22), berasal dari DKI Jakarta
  • A (19), berasal dari Kota Semarang
  • MJ (19), berasal dari Banten
  • AZ (22), berasal dari Kota Semarang

Lima dari enam tersangka adalah mahasiswa, sementara satu lainnya berstatus pengangguran. Mereka dijerat dengan Pasal 214 Sub Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana melawan aparat yang sedang bertugas, disertai dengan perusakan fasilitas umum secara bersama-sama. Ancaman hukuman untuk pelanggaran ini adalah pidana penjara maksimal tujuh tahun.