Sengketa Lahan di Bantul: Mbah Tupon Terancam Kehilangan Tanah Akibat Dugaan Praktik Mafia Tanah

Kasus dugaan praktik mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon, seorang warga Bantul berusia 68 tahun, telah menjadi sorotan publik. Mbah Tupon terancam kehilangan lahan miliknya seluas ribuan meter persegi setelah sertifikat tanahnya tiba-tiba berganti nama dan dijadikan jaminan di bank.

Mbah Tupon mengaku kebingungan dan berharap sertifikat tanahnya dapat segera dikembalikan. Ia mengungkapkan bahwa sebelum kejadian ini, dirinya beberapa kali diminta menandatangani dokumen terkait pemecahan tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun, ia mengaku tidak mengerti isi dokumen yang ditandatanganinya karena tidak dibacakan dan dirinya buta huruf. Ia berharap pemerintah daerah dapat membantunya untuk memulihkan hak atas tanahnya.

Kantor Pertanahan Bantul (BPN) telah turun tangan untuk menelusuri kasus ini. Kepala Kantor Pertanahan Bantul, Tri Harnanto, menjelaskan bahwa sertifikat tanah Mbah Tupon awalnya adalah Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 4993/Bangunjiwo seluas 2.103 m2. Pada tahun 2021, sertifikat tersebut dipecah menjadi tiga bidang, yaitu SHM 24451 seluas 1.655 m2, SHM 24452 seluas 292 m2 yang dijual kepada pihak lain, dan SHM 24453 seluas 55 m2 yang dihibahkan untuk gudang RT. Permasalahan muncul pada SHM 24451 yang telah beralih kepemilikannya berdasarkan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT dan kemudian dijadikan jaminan oleh Bank PNM pada Agustus 2024. BPN Bantul telah melakukan langkah-langkah seperti mengamankan warkah terkait, berkoordinasi dengan Kalurahan Bangunjiwo dan Pemkab Bantul, serta mendatangi kantor PPAT yang sayangnya tutup. BPN juga telah bersurat ke Kanwil BPN DIY untuk memohon rekomendasi pemblokiran internal terhadap SHM 24451 dan bersurat ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk memberitahukan bahwa tanah tersebut masih dalam sengketa. Selain itu, BPN akan memanggil PPAT terkait untuk dimintai keterangan.

Kantor Wilayah (Kanwil) BPN DIY telah melakukan pemblokiran terhadap sertifikat tanah Mbah Tupon. Kepala Kanwil BPN DIY, Dony Erwan Brilianto, menjelaskan bahwa pemblokiran dilakukan karena adanya sengketa dan laporan ke pihak kepolisian. Status tanah tersebut saat ini adalah status quo, yang berarti tidak dapat dilakukan peralihan hak atau pelelangan. Dony menduga adanya pelanggaran prosedur dalam proses peralihan hak, khususnya terkait pembacaan akta di hadapan PPAT. Kanwil BPN DIY akan menunggu hasil penyelidikan kepolisian untuk tindak lanjut selanjutnya.

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, telah membentuk tim hukum dari Pemkab Bantul untuk mendampingi Mbah Tupon dalam menyelesaikan kasus ini. Tim hukum akan melakukan investigasi, mengungkap fakta-fakta, dan memberikan pendampingan hukum hingga ke instansi terkait jika mediasi gagal.

PT Permodalan Nasional Madani (PNM) selaku pihak bank yang menerima agunan sertifikat tanah Mbah Tupon, menyatakan bahwa mereka juga menjadi pihak yang dirugikan dalam kasus ini. PNM mengaku menerima sertifikat tersebut dari proses take over dan akan mengikuti proses hukum yang berlaku. PNM juga memastikan tidak akan melakukan pelelangan terhadap tanah Mbah Tupon dan menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada aparat penegak hukum.

Polda DIY juga tengah melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Kapolda DIY, Irjen Anggoro Sukartono, mengatakan akan mempercepat proses penyelidikan dan melakukan pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat yang terlibat. Hingga saat ini, polisi telah memeriksa 11 orang saksi dan akan memanggil instansi lain yang terkait untuk dimintai keterangan.