Indonesia Berhasil Rebut Konsesi Tarif dari AS, Tingkat Kenaikan Ekspor Ditekan

Indonesia Tekan Kenaikan Tarif Ekspor ke AS dalam Negosiasi Intensif

Delegasi tingkat tinggi Indonesia, yang diutus oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto, baru-baru ini berhasil menorehkan capaian signifikan dalam negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat. Tim yang terdiri dari sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju itu bertugas melobi pemerintah AS terkait potensi pengenaan tarif impor yang lebih tinggi terhadap produk-produk Indonesia.

Upaya diplomasi yang intensif ini dilakukan sebagai respons terhadap kebijakan tarif yang sebelumnya diterapkan oleh pemerintahan Trump, yang berpotensi membebani ekspor Indonesia. Pemerintah Indonesia melihat adanya peluang untuk bernegosiasi ulang setelah adanya penundaan penerapan tarif tersebut hingga Juni 2025. Momentum ini dimanfaatkan secara optimal dengan mengirimkan tim negosiasi ke Washington D.C. sejak pertengahan April.

Susunan Tim Negosiasi dan Agenda Utama

Tim negosiasi Indonesia terdiri dari tokoh-tokoh kunci dalam pemerintahan, menunjukkan keseriusan dalam upaya ini. Beberapa nama penting yang terlibat antara lain:

  • Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto
  • Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
  • Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono

Delegasi Indonesia bertemu dengan perwakilan dari US Trade Representative (USTR), Secretary of Treasury, dan Secretary of Commerce untuk membahas berbagai isu krusial, termasuk:

  • Proposal non-paper terkait tarif
  • Hambatan non-tarif (Non-Tariff Measures/NTMs)
  • Kerja sama perdagangan dan investasi
  • Isu-isu sektor keuangan

Posisi Tawar Indonesia dan Tuntutan Keadilan Tarif

Airlangga Hartarto menekankan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar global, tercermin dari surplus neraca perdagangan dengan AS dan negara-negara lain. Tujuan utama negosiasi ini adalah untuk memastikan bahwa tarif yang dikenakan pada produk Indonesia kompetitif dan setara dengan negara pesaing. Pemerintah Indonesia secara khusus menyoroti ketidakadilan tarif impor untuk produk-produk unggulan seperti garmen, alas kaki, furnitur, dan udang, yang justru lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Sebelumnya, pemerintah AS memberlakukan tarif Trump sebesar 37 persen untuk produk Indonesia, yang kemudian ditambah 10 persen untuk produk tertentu, sehingga totalnya mencapai 47 persen. Penambahan tarif ini dinilai memberatkan eksportir Indonesia karena pembeli meminta agar beban tambahan tersebut dibagi, sehingga mengurangi margin keuntungan.

Strategi Negosiasi dan Tawaran Kerja Sama

Guna menekan tarif perdagangan yang merugikan, delegasi Indonesia menawarkan kerja sama strategis kepada AS, termasuk peningkatan impor Liquefied Petroleum Gas (LPG), minyak mentah, dan bensin. Pemerintah Indonesia berharap hasil dari serangkaian pertemuan ini dapat ditindaklanjuti dalam bentuk perjanjian yang disepakati oleh kedua negara dalam waktu 60 hari.

Implikasi Kenaikan Tarif dan Antisipasi Pemerintah

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, memperingatkan bahwa potensi kenaikan tarif dari AS dapat berdampak signifikan terhadap tenaga kerja di Indonesia. Berdasarkan data IMF, kenaikan 1 persen tarif impor dapat menurunkan ekspor hingga 0,8 persen. Nailul memperkirakan penurunan ekspor Indonesia ke AS dapat mencapai 20-24 persen per produk, yang berpotensi menyebabkan PHK hingga 1,2 juta tenaga kerja, terutama di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT).

Menanggapi ancaman ini, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif untuk mempercepat pertumbuhan industri TPT, termasuk pembiayaan, pelatihan sumber daya manusia, pengawasan impor, dan pengendalian produk asing.

Klarifikasi Kementerian Perdagangan

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan klarifikasi terkait potensi tarif TPT ke AS. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, menegaskan bahwa tarif 47 persen tidak berlaku untuk semua komoditas yang diekspor ke AS. Tarif yang berlaku saat ini adalah tarif dasar baru sebesar 10 persen, sehingga tarif untuk produk tekstil dan pakaian naik menjadi 15-30 persen, dan untuk alas kaki menjadi 18-30 persen, tergantung pada kode HS masing-masing produk.