Fenomena Hujan Lebat di Jabodetabek Saat Musim Kemarau: Penjelasan BMKG
Meskipun memasuki musim kemarau, wilayah Jabodetabek masih dilanda hujan lebat. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan terkait fenomena ini. Menurut Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, kondisi ini disebabkan oleh masa peralihan musim yang masih berlangsung.
Andri menjelaskan bahwa wilayah Jabodetabek diperkirakan memasuki awal musim kemarau pada periode Mei hingga Juni 2025. Namun, kondisi ini bervariasi di setiap wilayah dan dipengaruhi oleh dinamika atmosfer yang aktif. "Bulan Mei ini secara umum masih berada dalam masa peralihan musim dari hujan ke kemarau, yang ditandai dengan cuaca panas pada pagi hingga siang hari serta potensi hujan pada sore atau malam hari," ujarnya.
Beberapa hari terakhir, Jabodetabek mengalami curah hujan yang cukup tinggi. Kondisi ini dipengaruhi oleh dinamika atmosfer, terutama keberadaan sistem bibit siklon 92S yang terpantau sejak 2 Mei 2025 di perairan selatan Jawa Tengah. Bibit siklon ini bergerak ke arah barat hingga barat daya, memicu pertemuan massa udara (konvergensi) dan meningkatkan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, disertai angin kencang dan petir di sejumlah wilayah Pulau Jawa.
Sistem tersebut juga menyebabkan peningkatan kecepatan angin dan ketinggian gelombang laut di Samudera Hindia selatan Jawa hingga Bali. Berdasarkan analisis pada 4 Mei 2025, bibit siklon 92S sudah tidak terpantau aktif, namun pola tekanan rendah masih terdeteksi. BMKG terus memantau perkembangan sistem ini dan menganalisis dampaknya terhadap pola cuaca. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Pada Sabtu (3/5), hujan lebat menyebabkan banjir di beberapa wilayah Jabodetabek, menggenangi 6 RT dan satu ruas jalan di Jakarta.