Industri Rokok Nasional Desak Keterlibatan Pemangku Kepentingan dalam Penyusunan Peta Jalan Cukai Tembakau

Asosiasi Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyerukan pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan dalam proses penyusunan Peta Jalan (Roadmap) kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) untuk periode 2026-2029. Desakan ini muncul di tengah kekhawatiran mengenai kondisi industri hasil tembakau (IHT) legal yang dinilai tidak sedang dalam kondisi yang baik.

Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, menekankan bahwa pelibatan stakeholder yang komprehensif akan menjamin terciptanya keseimbangan yang adil dan inklusif. Keseimbangan ini, menurutnya, krusial untuk mengakomodasi berbagai aspek penting, termasuk kesehatan masyarakat, keberlangsungan tenaga kerja di sektor IHT, kesejahteraan petani tembakau dan cengkih, pengendalian peredaran rokok ilegal, serta kontribusi penerimaan negara.

Tantangan dan Harapan Industri

GAPPRI secara khusus menyoroti tekanan yang dihadapi IHT legal akibat maraknya peredaran rokok murah yang tidak jelas asal-usulnya. Untuk mengatasi tantangan ini, asosiasi tersebut mendesak pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai dan HJE pada tahun 2026-2028. Langkah ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi IHT untuk memulihkan diri dari tekanan persaingan yang tidak sehat. Henry juga mengungkapkan bahwa pungutan negara terhadap IHT kretek saat ini sudah mencapai 70 hingga 82 persen dari harga setiap batang rokok legal.

GAPPRI mengidentifikasi beberapa hambatan utama yang menghalangi kepastian berusaha bagi IHT legal, di antaranya adalah kebijakan cukai yang melemahkan daya saing dan kenaikan cukai yang berlebihan serta fluktuatif. Kondisi ini menciptakan ketidakpastian dalam perencanaan bisnis.

Henry mencontohkan, waktu pengumuman Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang seringkali dilakukan pada akhir tahun, menyulitkan industri dalam menyusun strategi bisnis yang efektif.

Pentingnya Peta Jalan yang Jelas

GAPPRI berharap, keberadaan roadmap IHT akan memberikan kepastian berusaha, menciptakan iklim usaha yang adil, inklusif, dan kondusif bagi seluruh rantai pasok IHT nasional. Roadmap ini diharapkan dapat mengatur berbagai aspek penting, mulai dari ketenagakerjaan, mata pencaharian petani tembakau dan cengkeh, devisa negara, hingga pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Asosiasi ini juga menyoroti kebijakan kenaikan cukai multiyears periode 2023-2024 yang dinilai terlalu tinggi, dengan rata-rata kenaikan mencapai 10 persen. Kenaikan ini menyebabkan penurunan penjualan rokok, terutama pada golongan I, dan dimanfaatkan oleh produsen rokok ilegal untuk memperluas pangsa pasar mereka.

Menolak Simplifikasi Tarif

Selain itu, GAPPRI juga mewanti-wanti pemerintah agar tidak melakukan penyederhanaan tarif (simplifikasi), karena dampaknya dinilai lebih besar daripada manfaatnya. Simplifikasi tarif dikhawatirkan akan mendorong kenaikan harga produk tembakau, sehingga semakin sulit bersaing dengan rokok ilegal.

GAPPRI menegaskan pentingnya penyusunan roadmap kebijakan cukai 2026-2029 yang komprehensif, transparan, dan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap industri dan perekonomian nasional. Asosiasi ini mencontohkan negara-negara seperti Australia dan Filipina yang pada akhirnya merevisi kebijakan cukai mereka menjadi hanya 5 persen, menunjukkan pentingnya pendekatan yang lebih hati-hati.

Henry Najoan menekankan perlunya perbaikan atas kepastian berusaha, iklim usaha yang adil, inklusif, dan kondusif di sepanjang rantai pasok IHT nasional melalui roadmap IHT yang berkeadilan dan komprehensif. Hal ini mendesak untuk memberikan ekosistem IHT yang kondusif dan mempertahankan kedaulatan bangsa terhadap intervensi kelompok anti tembakau global.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) saat ini sedang menyusun peta jalan (roadmap) kebijakan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok untuk periode 2026-2029. Penyusunan ini dilakukan untuk memastikan kesinambungan kebijakan yang selaras dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.