Kontroversi Outsourcing di Indonesia: Dari Era Megawati hingga Perppu Cipta Kerja
Kontroversi Outsourcing di Indonesia: Dari Era Megawati hingga Perppu Cipta Kerja
Praktik outsourcing, atau alih daya, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap ketenagakerjaan di Indonesia. Namun, keberadaannya selalu diwarnai kontroversi dan perdebatan sengit. Kebijakan ini, yang pertama kali diformalkan melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di era Presiden Megawati Soekarnoputri, terus menuai kritik dan tuntutan revisi dari serikat pekerja.
Akar Kontroversi Outsourcing
Sebelum diatur secara hukum, praktik alih daya sebenarnya sudah umum dilakukan oleh perusahaan. Saat itu masyarakat mengenalnya dengan istilah pemborongan atau subkontraktor. UU Ketenagakerjaan melegalkan praktik ini dengan mewajibkan perusahaan alih daya untuk memenuhi hak-hak pekerja dan membatasi jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan. Namun, aturan ini tetap menuai protes karena dianggap tidak memberikan kejelasan status dan jaminan kesejahteraan bagi pekerja alih daya. Seringkali, pekerja outsourcing tidak mendapatkan tunjangan yang sama dengan karyawan tetap perusahaan, dan status mereka sebagai karyawan perusahaan penyalur tenaga kerja membuat perusahaan pengguna jasa tidak memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan mereka.
Dinamika Regulasi Outsourcing
Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003 mengatur batasan pekerjaan outsourcing hanya pada pekerjaan di luar kegiatan utama atau tidak berhubungan dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan penunjang seperti cleaning service, keamanan, transportasi, katering, dan pemborongan pertambangan. Namun, dalam praktiknya, banyak perusahaan melanggar ketentuan ini dengan mempekerjakan tenaga outsourcing untuk pekerjaan utama.
UU Cipta Kerja kemudian merevisi Pasal 66 tersebut, menghilangkan batasan jenis pekerjaan yang boleh dilakukan pekerja alih daya. Revisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa perusahaan outsourcing dapat mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas, termasuk pekerjaan freelance dan full-time, tanpa batasan yang jelas.
Perppu Cipta Kerja dan Masa Depan Outsourcing
Pemerintah kemudian menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Perppu ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan melalui peraturan pemerintah. Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, berpendapat bahwa hal ini membuka ruang bagi pemerintah untuk merevisi aturan sebelumnya tentang pekerjaan alih daya, yang dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian bagi pekerja dan pengusaha.
Pandangan Pengusaha
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berpendapat bahwa perubahan terkait aturan pekerja alih daya dalam Perppu Cipta Kerja tetap mengharuskan perusahaan alih daya untuk mematuhi aturan pemerintah dalam hal perlindungan tenaga kerja, seperti pembayaran upah minimum, pembatasan kontrak, dan jaminan sosial. Apindo juga menekankan bahwa dalam era industri 4.0, tenaga kerja outsourcing sangat dibutuhkan untuk mengisi kebutuhan kompetensi pekerja yang semakin beragam. Bahkan Apindo juga menekankan bahwa saat ini tenaga kerja outsourcing bukan lagi untuk mencari tenaga kerja murah, tetapi tenaga kerja yang terampil.
Posisi Serikat Pekerja
Serikat pekerja menolak substansi Perppu No 2/2022 dan meminta pemerintah untuk menegaskan jenis dan jumlah pekerjaan yang boleh dialihdayakan dan yang tidak. Mereka berpendapat bahwa ketentuan alih daya dalam UU No 13/2003 harus tetap menjadi acuan, yaitu pekerjaan yang dialihdayakan harus dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, merupakan kegiatan penunjang perusahaan, dan tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Dengan demikian, masa depan outsourcing di Indonesia masih menjadi perdebatan. Sementara pengusaha melihatnya sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan meningkatkan efisiensi, serikat pekerja khawatir akan dampaknya terhadap kesejahteraan dan kepastian kerja.
- Daftar pekerjaan yang diperbolehkan menggunakan tenaga outsourcing:
- Cleaning service
- Keamanan
- Transportasi
- Katering
- Pemborongan pertambangan