Tarif Pajak Kripto di Indonesia Hambat Daya Saing Industri: Reformasi Regulasi Mendesak

Industri kripto di Indonesia menghadapi tantangan signifikan akibat biaya transaksi yang dinilai kurang kompetitif dibandingkan negara lain. CEO Indodax, Oscar Darmawan, menyoroti bahwa tingginya tarif pajak, yang mencapai dua kali lipat dibandingkan platform luar negeri, menjadi penghambat utama daya saing. Saat ini, investor kripto di Indonesia dikenakan pajak final sebesar 0,2 persen PPh dan 0,11 persen PPN untuk setiap transaksi.

"Platform luar negeri tidak memberlakukan pajak serupa, hal ini berpotensi mendorong investor berpindah ke platform global," ujar Oscar, menekankan perlunya peninjauan ulang kebijakan fiskal. Menurutnya, besaran tarif saat ini mengurangi daya saing platform dalam negeri, dan jika Indonesia ingin industri ini berkembang, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan penyamaan tarif PPh menjadi 0,1 persen seperti halnya perdagangan saham. Pengalaman Indodax menunjukkan bahwa penurunan biaya transaksi menjadi 0,1 persen pada tahun 2021, berdampak positif pada peningkatan volume perdagangan harian.

Oscar Darmawan juga memberikan apresiasi atas langkah transisi pengawasan industri kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menilai langkah ini sebagai bentuk penguatan kelembagaan yang dapat memperkuat regulasi dan kepercayaan publik terhadap industri.

"Transisi ke OJK memberikan harapan baru. Pengawasan kini lebih terarah dan progresif. Namun, kita berharap agar kebijakan-kebijakan tersebut juga tidak menghambat inovasi yang sedang berkembang," ungkapnya.

Selain masalah pajak, Oscar juga menyoroti larangan Bank Indonesia terhadap institusi keuangan untuk memproses transaksi kripto. Di negara lain, bank telah mengintegrasikan layanan berbasis kripto dalam sistem pembayaran mereka. Kondisi ini menyebabkan Indonesia tertinggal dari negara-negara tetangga.

"Di luar negeri, bank sudah bisa memasarkan produk-produk berbasis kripto, bahkan terintegrasi dengan sistem pembayaran. Indonesia perlu mengevaluasi regulasi agar tak tertinggal dari negara-negara tetangga," tambahnya.

Literasi masyarakat dan selektivitas dalam memilih aset digital juga menjadi fokus perhatian Indodax. Mereka menghadirkan program edukasi gratis dengan tujuan utama membekali masyarakat dengan pengetahuan yang benar dan bertanggung jawab.

Oscar menyadari bahwa keterbatasan regulasi masih menjadi tantangan dalam mengembangkan inovasi baru di industri kripto, termasuk keterbatasan listing aset dan keterhubungan dengan sistem keuangan nasional.

"Diperlukan adanya percepatan reformasi regulasi agar Indonesia kembali menjadi pionir dalam industri kripto. Dahulu kita termasuk yang tercepat dalam pengaturan, tapi kini justru tertinggal dari negara seperti Thailand dan Jepang," pungkasnya.

Untuk lebih jelasnya, berikut adalah poin-poin yang menjadi perhatian dalam pengembangan industri kripto:

  • Tarif pajak yang tinggi menghambat daya saing
  • Perlunya peninjauan ulang kebijakan fiskal
  • Integrasi layanan kripto dengan sistem perbankan
  • Peningkatan literasi masyarakat
  • Percepatan reformasi regulasi

Dengan reformasi regulasi yang komprehensif, Indonesia memiliki potensi besar untuk kembali menjadi pemain kunci dalam industri kripto global. Regulasi yang tepat akan merangsang inovasi dan menarik investasi, serta melindungi investor dari risiko yang terkait dengan aset digital.