Kolaborasi Inklusif: Pementasan Teater Musikal 'Mimpi Anak Pesisir' Libatkan Komunitas Disabilitas dan Anak Pesisir

Museum Nasional menjadi saksi bisu kolaborasi unik antara aktor Tanta Ginting, anak-anak pesisir, dan komunitas disabilitas dalam pementasan teater musikal bertajuk 'Mimpi Anak Pesisir'. Pertunjukan ini, yang digelar pada Sabtu (3/5/2025), bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga wadah ekspresi bagi kelompok yang seringkali terpinggirkan.

Tanta Ginting, yang bertindak sebagai sutradara, mengungkapkan bahwa ide melibatkan langsung anak-anak pesisir muncul ketika ia pertama kali mendengar tentang isu sosial yang diangkat dalam drama musikal ini. Baginya, menghadirkan mereka di atas panggung akan memberikan dampak emosional yang lebih kuat dan otentik.

"Ketika saya mengetahui topiknya tentang isu sosial anak-anak pesisir, saya langsung menyarankan mengapa tidak mereka saja yang menjadi pemerannya. Saya pikir ini akan lebih menyentuh, baik dari segi cerita maupun emosinya," ungkap Tanta.

Awalnya, Tanta hanya merencanakan untuk melibatkan 10 anak, namun antusiasme yang luar biasa membuat jumlah pemain membengkak menjadi 36 orang. Menariknya, sebagian besar dari mereka belum memiliki pengalaman berkesenian sama sekali.

"Mungkin terlihat biasa saja, tetapi mereka belum pernah terlibat dalam kegiatan kesenian sama sekali, benar-benar dari nol, belum pernah memiliki pengalaman membuat drama musikal," jelas Tanta.

Selain anak-anak pesisir, Tanta juga menggandeng anggota komunitas disabilitas untuk berpartisipasi dalam pementasan ini. Beberapa di antara mereka bahkan memiliki bakat musik yang terpendam. Dengan bantuan sutradara Rusmedie Agus, Tanta berhasil mewujudkan sebuah pertunjukan yang memukau.

"Awal latihan, energi mereka sangat tinggi, satu berbicara, semua ikut berbicara. Tetapi ketika melihat penampilan mereka tadi, tidak ada kesalahan, itu luar biasa," kata Tanta dengan bangga.

Pementasan 'Mimpi Anak Pesisir' merupakan bagian dari acara 'Asa Gerakan Bela Rasa Kita: He(art) of Compassion and Hope' yang diinisiasi oleh Lembaga Daya Dharma Keuskupan Agung Jakarta (LDD KAJ). Program ini fokus pada isu-isu yang dihadapi oleh masyarakat yang terkena dampak abrasi, khususnya di wilayah Muara Bungin.

Ernest Theodore, perwakilan LDD, menjelaskan bahwa tujuan utama dari program ini adalah untuk menumbuhkan rasa empati dan kepedulian terhadap sesama. LDD KAJ juga memberikan pendampingan sosial dan ekonomi kepada masyarakat terdampak abrasi, dengan harapan mereka dapat mandiri secara finansial.

"Kami ingin menumbuhkan rasa 'berbela rasa'. Kadang-kadang, kita yang berkecukupan sulit untuk memberikan sedikit dari apa yang kita miliki. Kami memberikan pendampingan, baik dari segi sosial maupun ekonomi. Kami mengajarkan mereka cara memproduksi makanan, pakaian, dan lain sebagainya agar mereka bisa mandiri," ujar Ernest.