Krisis Transportasi Laut, Pulau Enggano Terisolasi Akibat Kelangkaan Bahan Bakar dan Pendangkalan Pelabuhan

Kondisi transportasi laut yang memprihatinkan melanda Pulau Enggano, Bengkulu. Kapal Ferry Pulo Tello, satu-satunya moda transportasi reguler yang menghubungkan pulau tersebut dengan Kota Bengkulu, terpaksa menghentikan pelayaran sejak 27 April 2025. Penghentian layanan ini disebabkan oleh menipisnya persediaan bahan bakar yang krusial untuk operasional kapal. Dampaknya, ribuan warga Pulau Enggano kini terisolasi dan mengandalkan perahu nelayan untuk melakukan perjalanan ke Bengkulu.

Menurut Kepala Supervisi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Bengkulu, Radmiadi, kelangkaan bahan bakar ini dipicu oleh masalah pendangkalan alur pelayaran di Pelabuhan Pulau Baai. Kondisi ini menghalangi kapal tanker Pertamina untuk bersandar dan memasok bahan bakar yang dibutuhkan oleh Kapal Pulo Tello. Sebagai akibatnya, kapal feri tersebut terpaksa lego jangkar di tengah laut, semakin memperburuk situasi.

Upaya untuk mengatasi krisis ini dengan mengangkut bahan bakar melalui jalur darat menggunakan jeriken kecil terbukti tidak efektif. Jumlah bahan bakar yang dapat diangkut sangat terbatas dan tidak mencukupi kebutuhan operasional kapal. Selain masalah bahan bakar, Radmiadi juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap keselamatan Kapal Pulo Tello yang berada di tengah laut. Ia khawatir jika cuaca buruk atau terjadi badai, kapal tersebut berisiko terdampar.

Sebelumnya, Kapal Marore-322 milik Bakamla RI sempat membantu melayani angkutan penumpang ke Pulau Enggano. Namun, kapal tersebut kini telah kembali ke Lampung, semakin memperparah kondisi transportasi di pulau tersebut. Saat ini, sekitar 4.000 jiwa warga Pulau Enggano sepenuhnya bergantung pada kapal nelayan untuk melakukan perjalanan ke Kota Bengkulu, baik untuk membawa penumpang maupun hasil bumi.

Kondisi ini berdampak signifikan terhadap perekonomian Pulau Enggano. Sejumlah petani dilaporkan terpaksa membuang hasil panen pisang mereka ke laut karena tidak ada kapal yang dapat mengangkutnya ke pasar. Kepala Desa Kaana, Alamudin, mengungkapkan bahwa pendangkalan alur pelabuhan telah menyebabkan terhambatnya pengiriman hasil bumi seperti pisang dan ikan, sehingga petani mengalami kerugian besar.

Krisis transportasi ini bukan hanya berdampak pada sektor pertanian, tetapi juga mengancam pasokan kebutuhan pokok bagi warga Pulau Enggano. Pemerintah daerah dan pihak terkait diharapkan segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah pendangkalan pelabuhan dan memastikan pasokan bahan bakar bagi Kapal Pulo Tello, sehingga aktivitas ekonomi dan sosial di Pulau Enggano dapat kembali berjalan normal.