Dominasi PAP Terancam dalam Pemilu Singapura 2025: Isu Ekonomi Jadi Sorotan
Pemilu Singapura 2025: Pertaruhan Dominasi PAP di Tengah Gelombang Ketidakpuasan Ekonomi
Singapura menggelar pemilihan umum pada hari Sabtu, 3 Mei 2025, diwarnai kekhawatiran publik terhadap kondisi ekonomi yang memburuk dan ketimpangan sosial yang semakin terasa. Pemilu kali ini menjadi ajang pembuktian bagi Partai Aksi Rakyat (PAP) yang telah berkuasa selama lebih dari enam dekade.
Antrean panjang terlihat di tempat pemungutan suara sejak pagi hari, meskipun hujan sempat mengguyur sejumlah wilayah. Proses pemungutan suara berakhir pada pukul 20.00 waktu setempat, dengan hasil akhir diperkirakan akan diumumkan pada tengah malam. Pemilu ini berlangsung di tengah ketidakpastian global, diperparah oleh ketegangan perdagangan internasional yang dipicu oleh kebijakan proteksionisme.
Meski PAP berhasil mempertahankan kekuasaannya dalam pemilu sebelumnya, perolehan suara mereka mendekati titik terendah dalam sejarah. Partai Pekerja, sebagai oposisi utama, menegaskan komitmennya untuk menciptakan sistem politik yang lebih seimbang, di mana suara alternatif didengar oleh pemerintah.
Kekecewaan Publik pada Biaya Hidup yang Meningkat
Kritik terhadap PAP semakin santer terdengar, terutama terkait dengan melonjaknya biaya hidup di Singapura. Partai Pekerja, yang mengalami peningkatan dukungan dalam beberapa tahun terakhir, berhasil menarik ribuan warga dalam rapat umum mereka, mencerminkan tingginya minat terhadap alternatif politik.
Salah seorang warga, Steven Yeong, mengungkapkan keinginannya untuk melihat perdebatan yang lebih kuat di parlemen, dengan lebih banyak perwakilan dari berbagai suara. Ia juga mengkritik kebijakan tenaga kerja asing yang dianggap memperketat persaingan di pasar kerja.
Pemilu Perdana bagi PM Lawrence Wong
Perdana Menteri Lawrence Wong, yang baru menjabat, menyampaikan kekhawatirannya terkait dampak ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China terhadap Singapura. Ia menekankan pentingnya memiliki pemimpin yang memiliki hubungan dekat dengan para pemimpin negara-negara tersebut.
Singapura memiliki rasio perdagangan terhadap PDB yang sangat tinggi, mencapai 300 persen, yang menjadikan negaranya sangat rentan terhadap perubahan dalam tatanan perdagangan internasional. Pelabuhan Singapura juga merupakan salah satu yang tersibuk di dunia.
Ketimpangan Sosial yang Semakin Mencolok
Wong mengulang narasi lama PAP tentang keberhasilan partai dalam membawa stabilitas dan kemakmuran. Namun, narasi tersebut mulai dipertanyakan di tengah ketimpangan ekonomi yang semakin kentara.
Kris Tan, seorang pelatih pribadi, menyoroti kesenjangan yang semakin besar dan mengungkapkan kekhawatirannya terkait masa depan anak-anak dalam hal perumahan dan biaya hidup. Ia juga menyoroti elitisme dalam pemerintahan, dengan gaji menteri yang mencapai jutaan dollar.
Pada pemilu sebelumnya, PAP kehilangan rekor 10 kursi parlemen kepada oposisi. Pemerintah telah meningkatkan belanja sosial, termasuk pemberian bantuan keuangan bagi warga yang kehilangan pekerjaan dan voucher kebutuhan harian. Namun, ketidakpuasan warga tetap tinggi, terutama terkait dengan kenaikan pajak penjualan dan turunnya keterjangkauan perumahan.
Oposisi menuding pemerintah telah memperpendek masa kampanye dan menggambar ulang batas distrik secara tidak adil. PAP membantah tudingan tersebut dan menegaskan bahwa komite peninjauan bekerja secara independen.
Pemilu Singapura 2025 merupakan momen penting dalam perjalanan politik negara tersebut. Hasil pemilu ini akan memberikan gambaran jelas tentang arah kebijakan Singapura di masa depan, di tengah ketidakpastian global dan ketimpangan sosial yang semakin nyata.