PP 28/2024 Picu Gelombang Protes: Industri Periklanan dan Pedagang Pasar Meradang

Gelombang protes terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024), yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, semakin membesar. Regulasi ini, yang mengatur secara ketat produk tembakau, menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk industri periklanan luar ruang dan pedagang tradisional yang merasakan dampak signifikan terhadap bisnis mereka.

Asosiasi Perusahaan Media Luar-Griya Indonesia (AMLI) secara terbuka menyuarakan kekhawatiran mereka. Ketua Umum AMLI, Fabianus Bernadi, mengungkapkan bahwa pembatasan iklan dan promosi produk tembakau dalam PP 28/2024 membawa efek domino yang merugikan. Industri periklanan luar ruang, yang selama ini mengandalkan pendapatan dari sektor ini, kini menghadapi tantangan berat. Salah satu poin krusial yang dipersoalkan adalah larangan pemasangan iklan dalam radius 500 meter dari fasilitas pendidikan dan area bermain anak. Menurut AMLI, aturan ini terlalu ketat dan kurang efektif dalam menekan angka perokok.

"Aturan radius inilah yang bermasalah dan akan mematikan bisnis kami, sehingga kami meminta pembatalan pasal tembakau yang ada di PP 28/2024," tegas Fabianus.

Fabianus menambahkan, sejak isu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) ini mencuat pada akhir tahun 2023, pendapatan industri periklanan luar ruang telah merosot tajam, mencapai sekitar 50%. Situasi semakin diperparah setelah PP 28/2024 resmi diterbitkan pada September 2024. Banyak perusahaan periklanan kini hanya mampu mempertahankan sekitar 20% dari volume bisnis mereka sebelumnya. Upaya dialog dengan pemerintah, termasuk penyampaian keberatan kepada Menteri terkait dan Presiden, belum membuahkan hasil yang memuaskan.

"Industri periklanan luar ruang menilai bahwa regulasi sebelumnya, PP 109/2012, sudah cukup ketat. Namun, PP 28/2024 dianggap tidak memberikan ruang bagi industri untuk bertahan," jelasnya.

Tidak hanya industri periklanan, pedagang tradisional pun merasakan dampak negatif dari PP 28/2024. Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburrahman, melaporkan penurunan omzet yang signifikan, mencapai sekitar 30%, bagi pedagang rokok di pasar tradisional. Penurunan ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk melemahnya daya beli masyarakat dan maraknya penjualan rokok secara daring.

Lebih lanjut, Mujiburrahman menyoroti adanya perubahan perilaku konsumen. Kini, konsumen cenderung membeli rokok secara lebih tertutup, yang berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal.

"Penjualan rokok tidak sepenuhnya menurun, hanya berganti cara belinya menjadi lebih tertutup," ungkap Mujiburrahman.

APPSI juga menekankan bahwa PP 28/2024 tidak hanya mengancam keberlangsungan bisnis periklanan dan pedagang tradisional, tetapi juga mengganggu ekosistem yang melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, APPSI turut mendesak pembatalan pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024. Regulasi yang adil, menurut APPSI, harus mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, terutama lebih dari enam juta pekerja yang terlibat dalam rantai sektor Industri Hasil Tembakau (IHT).

Poin-poin Utama yang Dipersoalkan:

  • Pembatasan Iklan: Larangan iklan rokok dalam radius 500 meter dari fasilitas pendidikan dan area bermain anak dianggap terlalu ketat.
  • Penurunan Pendapatan: Industri periklanan luar ruang mengalami penurunan pendapatan yang signifikan sejak isu RPP mencuat.
  • Dampak pada Pedagang Tradisional: Pedagang rokok di pasar tradisional mengalami penurunan omzet akibat PP 28/2024.
  • Potensi Peningkatan Rokok Ilegal: Perubahan perilaku konsumen dapat memicu peningkatan penjualan rokok ilegal.
  • Kesejahteraan Pekerja: Regulasi yang adil harus mempertimbangkan kepentingan jutaan pekerja di sektor IHT.