IDI Kritik Mutasi Dokter yang Dinilai Mendadak dan Sepihak oleh Kemenkes
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyampaikan kekecewaan atas tindakan mutasi sejumlah dokter di rumah sakit vertikal yang dinilai mendadak dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Kekhawatiran ini disampaikan oleh Ketua Umum PB IDI, Slamet Budiarto, yang menilai bahwa tindakan tersebut dapat berdampak negatif terhadap pelayanan kesehatan.
Menurut Slamet, salah satu contoh kasus adalah pemberhentian seorang dokter di Rumah Sakit H Adam Malik. PB IDI menganggap tindakan sepihak oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini kontraproduktif dan berpotensi mengganggu stabilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit vertikal.
"Mutasi atau pemberhentian mendadak ini berpotensi menciptakan situasi ketidakpastian di kalangan dokter, dan mengganggu pelayanan di rumah sakit vertikal," ujar Slamet.
PB IDI menekankan pentingnya hak dokter untuk menyampaikan pendapat dan masukan terkait kebijakan Kemenkes. Organisasi profesi ini mendorong dialog konstruktif antara Kemenkes dan tenaga medis untuk mencapai kesepakatan yang mengutamakan kepentingan kesehatan masyarakat.
"Sebagai organisasi profesi, kami mendorong dialog antara Kementerian Kesehatan dan tenaga medis untuk mencapai kesepakatan yang memberi manfaat kesehatan bagi masyarakat," sambungnya.
PB IDI juga memohon kepada Kemenkes untuk menghormati dan melindungi hak dokter, terutama dalam menyampaikan pendapat dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada pelayanan kesehatan. Sebagai bentuk keprihatinan, PB IDI meminta Kemenkes untuk meninjau kembali dan membatalkan keputusan mutasi dan pemberhentian dokter demi kepentingan pelayanan kesehatan masyarakat.
Kasus lain yang menjadi perhatian adalah mutasi dr. Piprim B. Yanuarso, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Fatmawati (RSF). Dr. Piprim menilai mutasi ini menyalahi prosedur, tidak adil, dan diskriminatif.
Dr. Piprim mengungkapkan bahwa ia belum menerima surat mutasi secara fisik. Ia mengetahui mutasinya dari informasi yang beredar di kalangan sejawat.
"Jadi kronologinya pada hari Jumat sekitar jam 10-an saya ditelepon oleh salah seorang teman sejawat yang melihat potongan foto yang memuat nama saya dimutasi. Bukan hanya saya, ada beberapa dokter. Dan saya dimutasikan dari Rumah Sakit RSCM ke RS Fatmawati," kata dr. Piprim.
"Itu tanggal 25 April. Sampai dengan kemarin, 28 April, saya sendiri belum menerima fisik surat mutasi tersebut. Sehingga saya juga tidak tahu ini benar-benar atau hoaks. Tapi sepertinya benar-benar ya. Surat mutasi yang ditandatangani oleh Dirjen Azhar Jaya itu sampai sekarang belum saya terima," sambungnya.
Beberapa point penting dalam berita ini adalah:
- PB IDI keberatan dengan mutasi mendadak dokter oleh Kemenkes.
- Mutasi dinilai kontraproduktif dan berpotensi mengganggu pelayanan kesehatan.
- PB IDI mendorong dialog antara Kemenkes dan tenaga medis.
- Kasus mutasi dr. Piprim B. Yanuarso dari RSCM ke RS Fatmawati menjadi sorotan.
- Dr. Piprim menilai mutasi tersebut menyalahi prosedur, tidak adil, dan diskriminatif.
- Dokter memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan masukan terkait kebijakan Kemenkes.