RUU Perampasan Aset: Dukungan Presiden Prabowo dan Sikap DPR yang Hati-hati
Presiden Prabowo Subianto secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana. Pernyataan ini disampaikan pada peringatan Hari Buruh, Kamis (1/5/2025), di Lapangan Monas, Jakarta, dan disambut antusias oleh para buruh yang hadir. Prabowo menekankan pentingnya RUU ini sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya kaum buruh, untuk bersama-sama melawan praktik korupsi yang merugikan negara.
Menanggapi dukungan presiden, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa pemerintah siap membahas RUU Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Yusril mengungkapkan bahwa inisiatif RUU ini sebenarnya telah ada di DPR sejak tahun 2003. Ia menekankan bahwa undang-undang ini akan memberikan dasar hukum yang kuat bagi hakim dalam merampas aset hasil tindak pidana korupsi, sekaligus mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum. Menurut Yusril, pengaturan yang jelas mengenai penyitaan dan perampasan aset sangat penting untuk menciptakan keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Yusril mencontohkan pengalaman pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Saat itu, DPR melakukan revisi dan penyempurnaan naskah akademik sebelum membahasnya dengan pemerintah. Ia berharap DPR akan melakukan pendekatan serupa terhadap RUU Perampasan Aset.
Namun, DPR menunjukkan sikap yang lebih hati-hati. Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar, Adies Kadir, mengingatkan agar RUU Perampasan Aset tidak disalahgunakan untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Ia menjelaskan bahwa pembahasan RUU ini baru akan dilakukan setelah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) selesai dibahas di Komisi III DPR. Adies menekankan bahwa RUU Perampasan Aset akan sangat bergantung pada hasil RKUHAP untuk mencegah terjadinya abuse of power dalam implementasinya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Rudianto Lallo, mengamini pernyataan Adies Kadir. Ia menjelaskan bahwa saat ini Komisi III fokus pada penyelesaian revisi KUHAP. Setelah RKUHAP selesai, Komisi III kemungkinan akan membahas RUU Perampasan Aset yang didukung oleh Presiden Prabowo. Rudianto menyatakan bahwa Fraksi Partai Nasdem mendukung RUU Perampasan Aset jika terbukti menjadi solusi efektif untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia. Ia juga menghormati dan mendukung langkah-langkah Presiden Prabowo dalam memberantas korupsi dan memulihkan kerugian negara melalui perampasan aset hasil kejahatan.
Sementara itu, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid, secara tegas mendukung pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset. Ia memandang RUU ini sebagai terobosan penting dalam pemberantasan korupsi. Kholid menjelaskan bahwa dengan adanya undang-undang ini, negara dapat merampas aset yang diduga berasal dari kejahatan tanpa harus menunggu putusan pengadilan. Mekanisme ini dikenal sebagai non-conviction based asset forfeiture, yang memungkinkan negara untuk mengambil aset hasil tindak pidana meskipun pelaku telah melarikan diri, meninggal dunia, atau bersembunyi di balik jaringan pencucian uang.
Kholid menambahkan bahwa perampasan atau pengembalian aset tanpa menunggu putusan pidana adalah langkah efektif untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsi. Ia menilai bahwa sistem hukum Indonesia selama ini terlalu fokus pada pelaku, tetapi kurang efektif dalam mengejar aset atau kekayaan hasil kejahatan. Kholid menekankan perlunya membalik logika tersebut, sehingga kejahatan tidak hanya dihukum tetapi juga tidak menguntungkan secara ekonomi.
RUU Perampasan Aset sebenarnya telah diusulkan oleh pemerintah ke DPR sejak tahun 2012, setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan kajian sejak tahun 2008. Pada tanggal 4 Mei 2023, pemerintah mengirimkan surat presiden (surpres) terkait RUU ini ke DPR. Namun, hingga rapat paripurna terakhir DPR periode 2019-2024 pada tanggal 30 September 2024, pembahasan RUU Perampasan Aset belum pernah dilakukan.