Vasektomi: Pengalaman Seorang Pria Mematahkan Stigma Kontrasepsi Pria

Di tengah minimnya minat terhadap vasektomi sebagai metode kontrasepsi pria di Indonesia, sebuah kisah inspiratif muncul dari seorang pria bernama Didi Santosa. Ia memilih vasektomi sebagai solusi kontrasepsi permanen bagi keluarganya.

Minimnya popularitas vasektomi di Indonesia, seperti yang tercermin dalam Statistik Pemuda Indonesia 2023, menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pria yang menggunakan metode ini. Hal ini seringkali disebabkan oleh stigma sosial dan kurangnya informasi yang memadai di masyarakat.

Didi Santosa, melalui akun Thread-nya, berbagi pengalaman pribadinya menjalani vasektomi. Keputusan ini, diambil setelah berdiskusi panjang dengan istrinya, didasari oleh keyakinan bahwa keluarga mereka sudah lengkap. Lebih dari sekadar tidak ingin menambah anak, Didi menekankan bahwa pilihannya ini didorong oleh rasa aman, tanggung jawab, dan saling menghormati dengan pasangan.

Sebelumnya, pasangan ini telah mencoba metode kontrasepsi IUD pada sang istri. Namun, penggunaan IUD menyebabkan pendarahan akibat alat yang bergeser. Pengalaman ini memicu Didi untuk mempercepat pertimbangan terhadap vasektomi. Keputusannya pun tidak diambil secara terburu-buru. Didi melakukan riset selama dua tahun dan berkonsultasi dengan empat dokter berbeda sebelum akhirnya mantap menjalani prosedur tersebut.

Proses vasektomi yang dijalani Didi ternyata berjalan lancar dan cepat. Setelah konsultasi singkat dengan dokter urologi dan pemeriksaan kesehatan, tindakan medis dilakukan dengan bius lokal. Didi mengaku tidak merasakan sakit selama prosedur berlangsung dan diperbolehkan pulang pada hari yang sama. Ia hanya merasakan sedikit tidak nyaman di bagian testis setelahnya, yang hilang setelah tiga hari istirahat di rumah.

Didi juga membantah mitos yang beredar bahwa vasektomi dapat menyebabkan impoten atau menghilangkan kemampuan seksual pria. Ia menegaskan bahwa fungsi seksualnya tetap normal setelah menjalani vasektomi.

Penjelasan Medis tentang Vasektomi

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn), dr. Keven Pratama Manas Tali, SP.OG., mendukung pernyataan Didi dengan menjelaskan bahwa impoten sebagai efek samping vasektomi adalah mitos belaka. Prosedur vasektomi yang normal tidak menimbulkan rasa sakit karena pasien diberikan bius lokal dan hanya berlangsung selama 15-30 menit dengan sistem rawat jalan.

Setelah vasektomi, pasien disarankan untuk beristirahat selama 1-2 hari dan menghindari aktivitas berat selama satu bulan. Efektivitas vasektomi sebagai metode sterilisasi membutuhkan waktu hingga tiga bulan. Oleh karena itu, disarankan untuk menggunakan metode kontrasepsi lain jika berhubungan seksual sebelum tiga bulan.

Efek samping vasektomi umumnya bersifat ringan, seperti pembengkakan, memar, atau nyeri ringan di area skrotum. Efek samping jangka panjang yang jarang terjadi meliputi granuloma sperma atau nyeri testis kronis. Namun, vasektomi tidak memengaruhi hormon pria, kemampuan ereksi, atau gairah seksual karena hanya memutus saluran sperma, bukan memengaruhi produksi testosteron.

Terlepas dari keamanan dan efektivitasnya, minat terhadap vasektomi di Indonesia masih rendah karena miskonsepsi, stigma sosial, dan kurangnya edukasi yang komprehensif di masyarakat. Kisah Didi Santosa diharapkan dapat membuka wawasan dan mendorong diskusi lebih lanjut mengenai vasektomi sebagai pilihan kontrasepsi yang bertanggung jawab bagi pria.