PMI Manufaktur Terpuruk Akibat Serangan Produk Impor, DPR Mendesak Penguatan Pasar Domestik

Anjloknya Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia ke level 46,7 pada April 2025, menjadi sorotan tajam. Kondisi ini menandakan kontraksi terdalam sejak pandemi Covid-19 melanda, memicu kekhawatiran mendalam di kalangan pemangku kepentingan.

Ilham Permana, Anggota Komisi VII DPR RI, mengungkapkan keprihatinannya atas situasi ini. Ia menilai, penurunan PMI tersebut merupakan konsekuensi logis dari kebijakan proteksionis global, terutama praktik tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat, serta serbuan produk impor dari berbagai negara yang gencar mencari pasar alternatif.

“Situasi ini bukan hanya menggerus daya saing industri nasional, tetapi juga membahayakan ketahanan struktur industri dalam negeri secara keseluruhan,” tegas Ilham.

Sebagai mitra Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Komisi VII DPR RI mendorong agar kebijakan industri difokuskan pada penguatan struktur manufaktur nasional secara komprehensif. Data Kemenperin menunjukkan bahwa sekitar 80 persen produk manufaktur Indonesia diserap oleh pasar domestik. Fakta ini menggarisbawahi betapa krusialnya perlindungan terhadap pasar dalam negeri dari gempuran produk impor yang tidak terkendali.

Ilham menekankan bahwa tantangan yang dihadapi sektor manufaktur saat ini membutuhkan respons terpadu antar-kementerian dan dukungan dari berbagai sektor terkait. Ia menyerukan kolaborasi lintas sektoral untuk meminimalisir dampak domino dari tekanan global.

Politisi dari Fraksi Partai Golkar tersebut mengingatkan bahwa sikap wait and see dari pelaku industri bukanlah kondisi yang bisa dibiarkan berlarut-larut. Ia mendesak pemerintah untuk memberikan kepastian kebijakan, perlindungan konkret, dan dorongan optimisme agar pelaku usaha kembali percaya diri untuk melakukan ekspansi, bukan justru melakukan efisiensi berlebihan yang berujung pada pengurangan tenaga kerja.

Ilham menyatakan dukungannya terhadap langkah-langkah strategis yang telah dan akan diambil oleh Kemenperin dalam menghadapi tekanan tersebut. Ia mengapresiasi respons aktif Kemenperin terhadap kekhawatiran pelaku industri, termasuk melalui diplomasi perdagangan dengan mitra internasional dan upaya memperkuat kebijakan substitusi impor. Menurutnya, upaya-upaya ini perlu mendapat dukungan penuh dari semua pihak.

“Kami di DPR RI siap mengawal arah kebijakan yang pro-industri dan memastikan kebijakan fiskal, tarif, hingga investasi berpihak pada penguatan industri dalam negeri,” jelasnya.

Berkaca pada hasil Rapat Kerja antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri Perindustrian pada 2 Mei 2025, Ilham menyoroti keberhasilan negara-negara seperti Filipina dan China dalam menjaga daya ekspansi mereka melalui kebijakan protektif terhadap pasar domestik. Ia menekankan bahwa Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara-negara tersebut dan segera menyelaraskan kebijakan industrinya agar tidak menjadi sasaran pelimpahan barang-barang asing.

Ilham juga menyampaikan bahwa pemulihan sektor manufaktur merupakan ujian bagi komitmen bangsa terhadap kemandirian ekonomi. Ia mengajak semua pihak, baik eksekutif, legislatif, pelaku usaha, maupun masyarakat, untuk menyadari bahwa kekuatan ekonomi nasional hanya bisa dibangun di atas fondasi industri yang tangguh di dalam negeri.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Ilham menggarisbawahi beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian bersama:

  • Penguatan Struktur Manufaktur Nasional: Fokus pada peningkatan daya saing dan inovasi industri dalam negeri.
  • Perlindungan Pasar Domestik: Implementasi kebijakan yang efektif untuk mencegah serbuan produk impor yang merugikan.
  • Kolaborasi Lintas Sektoral: Sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga terkait untuk mengatasi tantangan bersama.
  • Kepastian Kebijakan: Penyediaan lingkungan bisnis yang stabil dan prediktif untuk mendorong investasi dan ekspansi.
  • Diplomasi Perdagangan: Upaya aktif untuk memperluas akses pasar ekspor dan mengatasi hambatan perdagangan.
  • Kebijakan Substitusi Impor: Mendorong penggunaan produk dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada impor.

Dengan langkah-langkah strategis dan komitmen bersama, diharapkan sektor manufaktur Indonesia dapat kembali bangkit dan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.