Gelombang PHK Meningkat, Lebih dari 24.000 Pekerja Terdampak dalam Empat Bulan Pertama 2025
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melaporkan adanya peningkatan signifikan dalam jumlah pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama periode Januari hingga April 2025. Data menunjukkan bahwa sebanyak 24.036 pekerja telah kehilangan pekerjaan mereka dalam kurun waktu tersebut. Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengungkapkan bahwa angka ini melampaui sepertiga dari total PHK yang terjadi sepanjang tahun 2024, yang mencapai 77.965 kasus.
"Saat ini sudah terdata sekitar 24.000 (24.036 orang). Jadi sudah sepertiga lebih dari tahun 2024. Jadi kalau ada yang bertanya PHK year to year saat ini dibanding tahun lalu, itu meningkat," kata Yassierli dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).
Distribusi geografis PHK ini menunjukkan konsentrasi tertinggi di tiga provinsi utama. Jawa Tengah mencatat jumlah PHK tertinggi dengan 10.692 pekerja terdampak. Jakarta menyusul dengan 4.649 kasus, dan Riau mencatat 3.546 pekerja yang terkena PHK. Sektor industri pengolahan menjadi yang paling terdampak, diikuti oleh sektor perdagangan besar dan eceran, serta aktivitas jasa lainnya.
Menyikapi fenomena ini, Yassierli memaparkan bahwa terdapat beragam faktor yang memicu terjadinya PHK. Setidaknya terdapat tujuh penyebab utama yang mendominasi:
- Kerugian Perusahaan dan Penutupan: Penurunan permintaan baik dari pasar domestik maupun internasional memaksa perusahaan untuk menutup operasi atau mengalami kerugian signifikan.
- Relokasi Pabrik: Perusahaan memilih untuk merelokasi fasilitas produksi mereka ke wilayah dengan biaya tenaga kerja yang lebih rendah.
- Perselisihan Hubungan Industrial: Konflik antara pengusaha dan pekerja dapat berujung pada PHK, meskipun biasanya tidak dalam skala massal.
- Tindakan Balasan Akibat Mogok Kerja: Pengusaha mengambil tindakan PHK sebagai respons terhadap aksi mogok kerja yang dilakukan oleh karyawan.
- Efisiensi: Perusahaan melakukan PHK sebagai langkah efisiensi untuk mengurangi biaya operasional dan meningkatkan daya saing.
- Transformasi Bisnis: Perubahan model bisnis atau restrukturisasi perusahaan dapat menyebabkan PHK.
- Kepailitan: Perusahaan yang tidak mampu memenuhi kewajiban finansial mereka kepada kreditur dapat dinyatakan pailit dan melakukan PHK.
Menanggapi beragamnya penyebab PHK, Yassierli menekankan pentingnya pendekatan kasus per kasus dalam mencari solusi dan mitigasi yang tepat. Pemerintah berupaya untuk memahami akar permasalahan setiap kasus PHK agar dapat memberikan bantuan dan dukungan yang sesuai kepada pekerja yang terdampak.
Pemerintah berjanji untuk terus memantau situasi ketenagakerjaan dan berupaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja baru. Selain itu, program pelatihan dan pengembangan keterampilan juga akan ditingkatkan untuk membantu pekerja yang terkena PHK agar dapat segera memperoleh pekerjaan baru atau memulai usaha mandiri.