Polemik Mutasi Letjen Kunto Arief Wibowo: Dugaan Intervensi Mantan Presiden Mencuat di DPR

DPR RI menyoroti keputusan mutasi Letnan Jenderal (Letjen) TNI Kunto Arief Wibowo yang sempat terjadi, memicu spekulasi mengenai potensi adanya campur tangan dari mantan Presiden RI, Joko Widodo. Anggota Komisi I DPR, Mayor Jenderal (Mayjen) TNI (Purn.) TB Hasanuddin, mengungkapkan kekhawatiran ini dalam sebuah diskusi publik.

TB Hasanuddin mempertanyakan dasar hukum dan etika dari kemungkinan keterlibatan mantan presiden dalam urusan internal TNI. Menurutnya, Undang-Undang Dasar 1945 secara jelas mengatur bahwa Presiden Republik Indonesia adalah pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Dengan demikian, saat ini, kekuasaan tertinggi berada di tangan Presiden Prabowo Subianto.

"Jika benar Panglima TNI menerima arahan dari mantan presiden dalam mutasi perwira tinggi, ini merupakan preseden buruk dan berpotensi melanggar hierarki komando yang berlaku," tegas TB Hasanuddin. Ia menambahkan, informasi yang beredar menyebutkan bahwa pengganti Letjen Kunto adalah mantan ajudan Presiden ke-7, yang semakin memperkuat dugaan adanya intervensi.

Politisi senior itu juga menyoroti inkonsistensi dalam proses mutasi Letjen Kunto. Keputusan Panglima TNI untuk memutasikan Letjen Kunto kemudian dibatalkan dalam waktu singkat menimbulkan pertanyaan mengenai dasar pertimbangan dan mekanisme pengambilan keputusan di internal TNI.

TB Hasanuddin menjelaskan kronologi singkat mutasi Letjen Kunto Arief Wibowo:

  • Letjen Kunto Arief Wibowo awalnya dimutasi berdasarkan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025 tanggal 29 April 2025.
  • Letjen Kunto yang sebelumnya menjabat sebagai Panglima Kogabwilhan I, ditunjuk menjadi Staf Khusus Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).
  • Namun sehari setelahnya, TNI membatalkan mutasi terhadap tujuh orang pati TNI melalui SK Panglima TNI Nomor Kep/554.a/IV/2025 tertanggal 30 April 2025. Salah satu nama yang dibatalkan mutasinya adalah Letjen Kunto Arief Wibowo.

"Saya tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang Panglima TNI masih mungkin diintervensi oleh seorang sipil? Ini sangat berbahaya bagi profesionalisme dan independensi TNI," pungkas TB Hasanuddin. Ia mendesak agar isu ini diinvestigasi secara tuntas untuk menjaga marwah TNI dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.

Polemik ini menggarisbawahi pentingnya menjaga netralitas dan profesionalisme TNI dari segala bentuk intervensi politik. Independensi TNI merupakan pilar penting dalam menjaga stabilitas dan kedaulatan negara.