Sidang Kasus Dugaan Suap, Ahli Hukum Pidana: Penerima Gratifikasi di Atas 10 Juta Rupiah Wajib Membuktikan
Sidang dugaan suap terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera memasuki babak baru. Jaksa penuntut umum menghadirkan ahli hukum pidana dan hukum acara pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, sebagai saksi ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (5/5/2025).
Fokus utama persidangan kali ini adalah penjelasan mengenai pembuktian dalam kasus gratifikasi, terutama yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, Meirizka Widjaja (ibu Ronald Tannur), dan Lisa Rachmat (pengacara Ronald Tannur), yang didakwa sebagai pihak-pihak terkait dalam perkara ini.
Di hadapan majelis hakim, Hibnu Nugroho menjelaskan secara rinci definisi gratifikasi. Menurutnya, gratifikasi adalah pemberian dalam bentuk apapun kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang bertujuan untuk mempengaruhi tindakan mereka, baik yang bertentangan dengan hukum maupun yang tidak sesuai dengan kewajiban yang seharusnya dilakukan.
Lebih lanjut, Hibnu menjelaskan mengenai mekanisme pembuktian dalam kasus gratifikasi yang diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Ia menegaskan bahwa dalam kasus gratifikasi dengan nilai di atas Rp 10 juta, beban pembuktian ada pada penerima gratifikasi. Artinya, penerima gratifikasi wajib membuktikan bahwa pemberian tersebut tidak terkait dengan tindakan koruptif atau melanggar hukum.
"Jika nilai gratifikasi di atas Rp 10 juta, penerima gratifikasi harus bisa menjelaskan asal-usul, tujuan, dan peruntukan dari gratifikasi tersebut," tegas Hibnu.
Sebaliknya, jika nilai gratifikasi kurang dari Rp 10 juta, maka jaksa penuntut umum yang memiliki kewajiban untuk membuktikan adanya unsur tindak pidana korupsi. Hibnu juga menyinggung adanya ketentuan yang mengatur bahwa penerimaan gratifikasi wajib dilaporkan dalam jangka waktu 30 hari.
Kasus ini menyeret nama Zarof Ricar, yang didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 915 miliar dan 51 kg emas selama 10 tahun menjabat sebagai pejabat MA. Selain itu, ia juga diduga terlibat dalam praktik makelar kasus terkait vonis bebas Ronald Tannur, yang kini telah divonis 5 tahun penjara di tingkat kasasi dan sedang menjalani masa hukumannya.