Indonesia Intensifkan Negosiasi Tarif Impor dengan Amerika Serikat

Pemerintah Indonesia terus berupaya menekan tarif impor yang dikenakan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap produk-produk ekspor Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa negosiasi dengan pihak AS masih berada dalam tahap awal, namun pemerintah berkomitmen untuk terus menjalin komunikasi yang konstruktif.

"Terkait dengan pembicaraan dari negosiasi, karena masih dalam pembicaraan awal, jadi tetap konsisten diberitahukan nanti sesudah ada progresnya," ujar Airlangga di Jakarta, belum lama ini.

Salah satu poin penting dalam negosiasi ini adalah rencana Indonesia untuk mengimpor Liquefied Natural Gas (LNG) dari AS. Airlangga menjelaskan bahwa rencana ini masih dalam tahap pembahasan awal dan belum ada keputusan final yang diambil. Pemerintah juga tengah menjajaki kerjasama dengan AS dalam pengelolaan mineral-mineral penting atau kritikal.

Pemerintah Indonesia menawarkan sejumlah langkah strategis untuk mengurangi surplus perdagangan dengan AS. Langkah-langkah tersebut mencakup peningkatan impor komoditas energi seperti Liquefied Petroleum Gas (LPG), crude oil, dan gasoline dari AS. Selain itu, Indonesia juga berencana meningkatkan pembelian produk pertanian dari AS, seperti gandum dan kedelai, serta meningkatkan impor barang modal.

Selain peningkatan impor, Indonesia juga berkomitmen untuk memfasilitasi perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia dengan memberikan kemudahan perizinan dan insentif investasi. Pemerintah juga menawarkan produk mineral kritikal dan mempermudah regulasi impor, termasuk untuk produk hortikultura dari AS. Investasi antara kedua negara juga akan didorong melalui skema business to business (B to B).

Indonesia juga mendorong penguatan kerjasama di sektor pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya di bidang pendidikan, sains, teknik, matematika, dan ekonomi digital. Pemerintah juga mengangkat isu terkait layanan keuangan yang dinilai cenderung menguntungkan pihak AS.

Fokus utama Indonesia dalam negosiasi ini adalah meminta AS untuk menerapkan tarif yang lebih kompetitif bagi produk-produk ekspor Indonesia dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Indonesia secara khusus meminta agar tarif impor untuk komoditas ekspor utama seperti garmen, alas kaki, furnitur, dan udang dapat diturunkan serendah mungkin.

Saat ini, produk-produk ekspor utama Indonesia tersebut dikenakan tarif yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara pesaing, baik dari ASEAN maupun luar ASEAN. Misalnya, meskipun ada diskon sementara menjadi 10%, AS masih menerapkan tarif proteksionis untuk produk tekstil dan garmen sebesar 10-37%. Hal ini membuat biaya ekspor produk Indonesia menjadi lebih tinggi dan mempengaruhi daya saing di pasar AS.

"Meski saat ini tarif 10% untuk 90 hari, di tekstil, garmen, ini kan sudah ada tarif 10-37% maka 10% tambahan bisa 10+10 atau 37+10. ini concern kita karena ekspor kita biayanya lebih tinggi, karena ini di-sharing kepada pembeli dan juga ke Indonesia sebagai pengirim," jelas Airlangga.