Nasib Jenazah PMI Banyumas di Peru: Keluarga Terhimpit Biaya Repatriasi

Nasib Jenazah PMI Banyumas di Peru: Keluarga Terhimpit Biaya Repatriasi

Tragedi menimpa keluarga Yetti Purwaningsih (52), seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Desa Pageraji, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Yetti dikabarkan meninggal dunia di Lima, Peru, pada 22 Februari 2025, meninggalkan duka mendalam dan permasalahan pelik bagi keluarganya di tanah air. Keluarga kini berjuang keras menghadapi kendala finansial untuk memulangkan jenazah almarhumah ke Indonesia.

Menurut keterangan Mursito (47), adik almarhumah, kabar duka tersebut diterima keluarga dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (KBRI) di Peru. Kontak terakhir dengan Yetti dilakukan pada 31 Januari 2025 melalui video call, di mana Yetti mengeluhkan sakit tenggorokan namun masih beraktivitas. Kehilangan mendadak ini membuat keluarga terpukul, terlebih lagi dengan kendala utama berupa biaya repatriasi jenazah yang mencapai angka fantastis, sekitar Rp 248 juta.

Pihak keluarga telah berupaya menghubungi berbagai instansi terkait, termasuk KBRI Peru, Kementerian Luar Negeri, dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Banyumas, untuk mendapatkan bantuan pemulangan jenazah. Namun, keterbatasan ekonomi keluarga membuat upaya tersebut menghadapi jalan buntu. Disnaker Banyumas telah berupaya meringankan beban biaya hingga sekitar Rp 206 juta, namun kekurangan dana masih sangat signifikan. Mursito menambahkan bahwa almarhumah memiliki uang tunai sekitar 23.000 sol Peru (setara Rp 100 juta) menurut keterangan teman Yetti. Jumlah tersebut masih jauh dari cukup untuk menutupi seluruh biaya repatriasi.

Kepala Disnaker Banyumas, Wahyu Dewanto, menyatakan kesiapannya untuk memfasilitasi pemulangan jenazah agar Yetti dapat dimakamkan di kampung halaman sesuai keinginan keluarga. Namun, upaya tersebut bergantung pada dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono, berkomitmen untuk berupaya membantu kekurangan biaya melalui jalur non-APBD, seperti CSR, BAZNAS, atau lembaga lainnya. Namun, hal ini juga masih bergantung pada izin dari pemerintah Peru terkait pemulangan jenazah.

Yetti sendiri telah mengabdi sebagai PMI di Peru selama kurang lebih 20 tahun. Ia bahkan telah merintis usaha kuliner di sana. Kisah Yetti menjadi pengingat akan tantangan dan risiko yang dihadapi PMI di luar negeri, serta pentingnya perlindungan dan jaminan bagi para pekerja migran, termasuk dalam hal pemulangan jenazah jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Kasus ini juga menyoroti perlunya akses dan bantuan yang lebih mudah dan terjangkau bagi keluarga PMI yang menghadapi kesulitan finansial dalam memulangkan jenazah anggota keluarga mereka.

Perlu diketahui bahwa informasi terkait jumlah biaya yang sebenarnya dan bantuan yang telah diberikan masih perlu konfirmasi lebih lanjut.

Langkah-langkah yang telah dilakukan:

  • Kontak dengan KBRI Peru.
  • Kontak dengan Kementerian Luar Negeri.
  • Kontak dengan Disnaker Banyumas.
  • Upaya mendapatkan bantuan dari Bupati Banyumas.
  • Mencari solusi melalui jalur non-APBD (CSR, BAZNAS, dll).

Kendala yang dihadapi:

  • Biaya repatriasi yang sangat tinggi (sekitar Rp 248 juta).
  • Keterbatasan ekonomi keluarga.
  • Ketergantungan pada izin dari pemerintah Peru.