Transaksi Data Biometrik Marak: Iming-Iming Uang Tunai dan Risiko Penyalahgunaan Informasi Pribadi
Jual Beli Data Retina Marak, Warga Tergiur Imbalan, Pemerintah Bertindak
Fenomena antrean panjang di depan sebuah ruko berlabel WorldID di Depok pada Senin (5/5/2025) menjadi sorotan. Warga, didominasi ibu-ibu dan bapak-bapak, berbondong-bondong datang untuk melakukan verifikasi identitas melalui pemindaian retina mata, tergiur imbalan yang dijanjikan oleh aplikasi World App.
Lilik Khodijah (45), seorang warga Depok, mengungkapkan bahwa ia telah menunggu sejak pukul 09.00 pagi sesuai jadwal verifikasi yang diterimanya. Namun, hingga saat itu, belum ada petugas yang hadir memberikan penjelasan. Rudi (41), warga lainnya, mengaku mendapatkan informasi tentang verifikasi ini dari tetangganya. Menurutnya, prosesnya sederhana, hanya dengan pemindaian mata menggunakan alat khusus, lalu mendapatkan koin di aplikasi World yang dapat diuangkan. Proses pendaftaran pun terbilang mudah, hanya memerlukan nama dan alamat email, tanpa perlu menyertakan KTP atau dokumen tambahan lainnya.
Antusiasme warga ini sayangnya tidak diimbangi dengan kesiapan dari pihak penyelenggara. Ruko tempat verifikasi tak kunjung dibuka hingga melewati pukul 10.00 WIB. Setelah menunggu lebih dari dua jam, seorang petugas akhirnya muncul dan mengumumkan bahwa layanan ditutup sementara karena alat verifikasi memerlukan perbaikan.
Iming-Iming Uang Tunai Berbanding Lurus dengan Risiko
Kondisi serupa juga terjadi di Bekasi, Jawa Barat. Imbalan langsung menjadi daya tarik utama layanan WorldID. Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, mengonfirmasi bahwa banyak warganya yang telah menjual data retina mereka demi mendapatkan uang tunai. Ia menyebutkan bahwa warga Bekasi mengikuti pemindaian iris mata menggunakan alat khusus berbentuk bola (Orb) dan menerima imbalan uang tunai antara Rp 300.000 hingga Rp 800.000.
Tri Adhianto mengingatkan warganya akan risiko besar yang mengintai di balik imbalan cepat tersebut. Ia menekankan bahwa data biometrik yang disalahgunakan dapat menimbulkan dampak yang sangat fatal. Sebagai kepala daerah, ia merasa bertanggung jawab untuk melindungi warganya dan meminta masyarakat untuk lebih waspada terhadap layanan yang belum jelas keabsahan hukumnya. Pemerintah Kota Bekasi akan terus memantau dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar warga terhindar dari uji coba teknologi yang belum jelas manfaat dan keamanannya.
Pemerintah Ambil Tindakan
Merespons situasi yang berkembang, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah membekukan sementara tanda daftar penyelenggara sistem elektronik Worldcoin dan WorldID. Dirjen Pengawasan Ruang Digital Kemkominfo, Alexander Sabar, menyatakan bahwa pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat.
Kemkominfo mengungkapkan bahwa PT Terang Bulan Abadi, operator WorldID, belum memiliki Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) resmi. Selain itu, layanan Worldcoin didaftarkan atas nama badan hukum lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara. Hal ini melanggar peraturan penyelenggaraan sistem elektronik di Indonesia. Alexander Sabar menegaskan bahwa ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain untuk menjalankan layanan digital merupakan pelanggaran serius.
Berikut poin penting dari berita diatas:
- Antrean warga terjadi di Depok dan Bekasi untuk verifikasi retina demi imbalan.
- Imbalan berkisar antara Rp 300.000 - Rp 800.000.
- Wali Kota Bekasi mengingatkan risiko penyalahgunaan data biometrik.
- Kemkominfo membekukan sementara tanda daftar Worldcoin dan WorldID karena pelanggaran regulasi.