Integritas dan Kesederhanaan AKBP Seminar Sebayang Jadi Sorotan: Layak Raih Hoegeng Awards 2025

Integritas dan gaya hidup sederhana Kepala Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Sulawesi Tengah (Sulteng), AKBP Seminar Sebayang, menjadi sorotan dan menginspirasi banyak pihak. Figur perwira menengah Polri ini diusulkan untuk menerima Hoegeng Awards 2025 atas komitmennya dalam memberantas gratifikasi dan pungutan liar (pungli), serta kesederhanaannya dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Afri Yanto Noor, seorang pengajar di Pondok Pesantren Nurul Qolbi Al-Wadi, Sukabumi, Jawa Barat, menjadi salah satu pihak yang memberikan kesaksian mengenai sosok AKBP Seminar Sebayang. Afri menggambarkan Seminar sebagai polisi yang humanis, tegas, dan memiliki kepedulian tinggi. Perkenalan Afri dengan Seminar terjadi saat ia mengisi ceramah di masjid Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Lemdiklat Polri, Sukabumi, tempat Seminar bertugas selama 13 tahun. Afri meyakini bahwa Seminar adalah sosok yang tepat untuk menduduki posisi strategis yang membutuhkan pengambil kebijakan yang berintegritas.

"Karakter Pak Sebayang, beliau humanis, beliau juga tegas, suka bercanda. Beliau juga tipe orang yang peduli, orangnya agamis, sehingga versi saya ya, jika ada posisi atau jabatan yang sifatnya beliau sebagai pengambil kebijakan insyaallah sepertinya memenuhi persyaratan," kata Afri.

Afri menambahkan bahwa Seminar adalah sosok yang haus akan ilmu dan selalu terbuka untuk belajar. Ia juga terkesan dengan kesederhanaan Seminar, yang menurutnya tidak mencerminkan gaya hidup seorang perwira polisi dengan pangkat AKBP. Ia menambahkan "Kalau penilaian saya, pangkat beliau AKBP, seharusnya AKBP ini nggak begini, lebih lux, lebih mewah, tapi beliau enggak, sederhana aja beliau, masyaallah, beliau itu apa adanya orangnya,"

Integritas Seminar dalam memberantas korupsi dan pungli juga diakui oleh Iptu Niluh Erni Wartini, seorang polwan yang pernah bertugas bersama Seminar di Sat PJR Ditlantas Polda Sulteng. Niluh menuturkan bahwa Seminar selalu memberikan contoh yang baik kepada anggotanya, terutama dalam hal disiplin dan integritas.

Salah satu inisiatif yang dilakukan Seminar adalah menyediakan layanan pengawalan gratis bagi masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, ia juga memasang spanduk dan stiker di pos-pos PJR yang bertuliskan larangan memberikan gratifikasi, dengan pesan bahwa pemberi dan penerima suap sama-sama melanggar hukum.

Niluh menjelaskan bahwa tindakan ini dilakukan untuk mencegah praktik pungli yang sering terjadi di pos-pos PJR, terutama terhadap kendaraan yang melanggar aturan. Ia juga mengungkapkan bahwa Seminar tidak pernah menerima bingkisan dari pihak manapun, termasuk bingkisan Idul Fitri.

Kesaksian Niluh diperkuat oleh Ipda Taufik Dwi Saputra, yang juga pernah bertugas bersama Seminar di Satuan PJR Ditlantas Polda Sulteng. Taufik menyebut Seminar sebagai sosok teladan yang selalu menekankan pentingnya integritas dan kejujuran dalam menjalankan tugas.

"Teladan yang ditunjukkan sama beliau soal kepemimpinan. Program beliau pada pertama kali menjabat Kasat PJR itu ada program stop gratifikasi pungli," tutur Taufik. Taufik menambahkan bahwa Seminar juga memberikan sanksi tegas bagi anggota yang terbukti menerima suap, sehingga memberikan efek jera.

Taufik juga menceritakan bahwa saat menjabat sebagai Kasat PJR Ditlantas Polda Sulteng, AKBP Sebayang hidup sederhana dengan tinggal di kamar kos berukuran 40 meter persegi bersama istri dan ketiga anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa Seminar tidak tergiur dengan kemewahan dan lebih memilih untuk hidup sesuai dengan prinsipnya.

Menanggapi berbagai kesaksian tersebut, Seminar menyatakan bahwa kesederhanaan adalah konsekuensi dari prinsip yang ia pegang teguh. Ia mengaku tidak berani mengambil sesuatu yang bukan haknya dan selalu berusaha untuk menyadarkan para siswa Sekolah Inspektur Polisi (SIP) agar menjadi pribadi yang lebih baik dan tidak zalim.

"Di manapun saya tugas, saya nggak bisa kaya. Karena prinsipnya sama: yang bukan hak saya, saya nggak berani ambil," tegas Seminar.

Seminar juga berpesan kepada para siswa SIP untuk selalu mengingat dampak dari perbuatan mereka terhadap orang lain. Ia mengingatkan bahwa orang yang terzalimi tidak akan pernah lupa dengan perbuatan zalim yang dilakukan kepadanya, dan doa orang yang teraniaya dapat menghancurkan kehidupan pelakunya.