RUU PPRT: DPR Ungkap Urgensi di Tengah Sorotan Internasional

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia melalui Badan Legislasi (Baleg) kembali menggulirkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menyampaikan sejumlah urgensi yang mendasari percepatan penyelesaian RUU ini dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPR RI.

Bob Hasan menyoroti lima poin krusial yang mendesak pengesahan RUU PPRT. Pertama, RUU ini bertujuan untuk menempatkan Pekerja Rumah Tangga (PRT) pada posisi yang setara dengan jenis pekerjaan lainnya, terutama dalam hal pengawasan dan perlindungan hukum. Selama ini, PRT seringkali belum mendapatkan perlakuan yang sama dengan pekerja formal lainnya, sehingga RUU ini diharapkan dapat menjembatani kesenjangan tersebut.

Kedua, pengesahan RUU PPRT menjadi jawaban atas pertanyaan dan sorotan dari komunitas internasional terkait perlindungan PRT di Indonesia. Ketiadaan regulasi yang komprehensif selama ini menjadi perhatian serius di tingkat global. RUU ini diharapkan dapat memberikan kerangka hukum yang jelas dan terukur dalam melindungi hak-hak PRT.

Ketiga, RUU PPRT dirancang untuk menjamin rasa aman dan pemenuhan hak-hak kerja bagi PRT di seluruh Indonesia. Jaminan hukum ini akan memberikan kepastian dan perlindungan nyata bagi para pekerja, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan manusiawi. Perlindungan ini mencakup berbagai aspek, termasuk upah yang layak, jam kerja yang wajar, dan perlindungan terhadap kekerasan dan eksploitasi.

Keempat, RUU PPRT diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai PRT di luar negeri. Dengan adanya regulasi nasional yang kuat, PMI akan memiliki landasan hukum yang lebih kokoh untuk memperjuangkan hak-hak mereka di negara tujuan. Hal ini juga akan memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang peduli terhadap perlindungan warganya di luar negeri.

Kelima, pengesahan RUU PPRT diharapkan dapat mendorong negara lain untuk memperlakukan PMI dengan lebih adil melalui prinsip resiprositas. Prinsip ini memungkinkan Indonesia untuk meminta perlakuan yang sama terhadap PMI di negara lain, sebagai balasan atas perlindungan yang diberikan kepada PRT di dalam negeri. Hal ini akan menciptakan hubungan yang lebih seimbang dan saling menguntungkan antara Indonesia dan negara-negara tujuan PMI.

Pembahasan RUU PPRT kembali mencuat setelah Presiden Prabowo Subianto memberikan dukungan penuh pada Hari Buruh Internasional (May Day) 2025. Presiden Prabowo Subianto memastikan pemerintah mendukung pembahasan RUU tersebut agar bisa segera diselesaikan dan disahkan menjadi UU. Dukungan ini memberikan momentum baru bagi penyelesaian RUU yang telah lama tertunda. Presiden menargetkan pembahasan RUU ini dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari tiga bulan.