Menkumham: Penerbitan Perppu Perampasan Aset Belum Mendesak

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, berpendapat bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perampasan Aset oleh Presiden Prabowo Subianto saat ini belum diperlukan. Penilaian ini didasarkan pada pandangan bahwa syarat utama penerbitan Perppu, yaitu adanya kondisi kegentingan yang memaksa, belum terpenuhi.

Menurut Yusril, mekanisme penegakan hukum yang ada, termasuk undang-undang yang berlaku dan lembaga-lembaga yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, masih berfungsi secara efektif. Ia menegaskan bahwa meski Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset belum disahkan, hal tersebut tidak serta merta menciptakan situasi mendesak yang mengharuskan penerbitan Perppu.

"Belum ada alasan untuk mengeluarkan Perppu untuk itu. Karena Perppu harus dikeluarkan karena adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa. Sampai sekarang kita belum melihat ada kegentingan yang memaksa untuk Perampasan Aset itu," jelas Yusril di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Kendati demikian, Yusril menyerahkan sepenuhnya keputusan akhir terkait penerbitan Perppu kepada Presiden. Pernyataan ini muncul di tengah diskusi publik mengenai pentingnya aturan perampasan aset dalam upaya pemberantasan korupsi.

Sebelumnya, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM), Zaenur Rohman, mengemukakan bahwa penerbitan Perppu bisa menjadi opsi bagi Presiden Prabowo jika pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR mengalami jalan buntu. Zaenur berpendapat bahwa Perppu dapat menjadi instrumen untuk mempercepat realisasi aturan perampasan aset, terutama jika Presiden merasa sulit mencapai kesepakatan dengan DPR.

Zaenur menambahkan, "Kalau Presiden merasa bahwa susah untuk mencapai konsensus, untuk mencapai kesatuan pendapat di DPR segera, maka solusinya yang kedua bisa menggunakan Perppu. Presiden bisa keluarkan Perppu sehingga mau tidak mau di masa persidangan berikutnya DPR wajib membahasnya.”

Pernyataan Yusril ini mencerminkan perbedaan pandangan mengenai urgensi penerbitan Perppu Perampasan Aset. Di satu sisi, terdapat pandangan bahwa Perppu diperlukan untuk mempercepat pemberantasan korupsi dan mengatasi potensi kebuntuan di DPR. Di sisi lain, terdapat keyakinan bahwa mekanisme hukum yang ada masih memadai dan penerbitan Perppu belum mendesak. Diskursus ini menunjukkan kompleksitas isu perampasan aset dan berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam proses pengambilan keputusan terkait aturan tersebut.

RUU Perampasan Aset: Tantangan dan Harapan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset telah menjadi perbincangan hangat di kalangan penegak hukum, politisi, dan masyarakat sipil. RUU ini diharapkan dapat menjadi terobosan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Salah satu poin krusial dalam RUU ini adalah perluasan definisi aset hasil tindak pidana korupsi dan mekanisme penyitaan aset yang lebih efektif. Namun, pembahasan RUU ini di DPR mengalami berbagai kendala dan belum mencapai titik final.

Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa RUU Perampasan Aset dapat disalahgunakan dan melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa RUU ini disusun dengan cermat dan memperhatikan prinsip-prinsip hukum yang adil dan transparan. Selain itu, diperlukan koordinasi yang baik antara lembaga penegak hukum, pemerintah, dan DPR agar RUU ini dapat segera disahkan dan diimplementasikan.

Pentingnya Perampasan Aset dalam Pemberantasan Korupsi

Perampasan aset merupakan salah satu strategi penting dalam pemberantasan korupsi. Melalui perampasan aset, negara dapat memulihkan kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi dan memberikan efek jera bagi para pelaku. Selain itu, perampasan aset juga dapat mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di masa mendatang.

Namun, perampasan aset bukan tanpa tantangan. Para pelaku korupsi seringkali menyembunyikan aset hasil kejahatannya dengan berbagai cara, seperti menggunakan rekening bank di luar negeri, membeli properti atas nama orang lain, atau menyamarkan aset dalam bentuk investasi. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama internasional dan teknologi canggih untuk melacak dan menyita aset hasil tindak pidana korupsi.

Upaya pemberantasan korupsi membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak. Dengan adanya aturan perampasan aset yang efektif, diharapkan Indonesia dapat lebih efektif dalam memberantas korupsi dan memulihkan kerugian negara.