Kejaksaan Agung Telaah Implikasi UU BUMN Terbaru Terhadap Upaya Penegakan Hukum
Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah melakukan kajian mendalam terhadap Undang-Undang (UU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang baru, khususnya terkait implikasinya terhadap kewenangan lembaga tersebut dalam penegakan hukum. Fokus utama kajian ini adalah perubahan status direksi dan komisaris BUMN yang tidak lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara, sebagaimana diatur dalam UU sebelumnya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Harli Siregar, menyampaikan bahwa pengkajian ini bertujuan untuk memahami secara komprehensif batasan-batasan kewenangan Kejaksaan Agung dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan BUMN pasca-berlakunya UU yang baru. "Tentu yang pertama kami terus melakukan pengkajian, pendalaman terhadap apakah kewenangan dari kita dari kejaksaan masih, tentu, masih diatur di dalam Undang-Undang BUMN," ujarnya kepada awak media di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta.
Harli menegaskan, Kejaksaan Agung akan tetap menindak tegas setiap indikasi praktik fraud atau kecurangan yang merugikan keuangan negara di BUMN. Menurutnya, selama terdapat unsur tindak pidana korupsi, seperti persekongkolan jahat atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara, Kejaksaan akan mengambil tindakan hukum yang diperlukan.
"Menurut kita sepanjang disana ada fraud misalnya, sepanjang ada fraud, katakan ada persekongkolan, permufakatan jahat, tipu muslihat yang dimana katakan korporasi atau BUMN itu mendapat aliran dana dari negara, saya kira itu masih memenuhi terhadap unsur-unsur daripada tindak pidana korupsi," tegasnya.
Lebih lanjut, Harli menjelaskan bahwa proses penyelidikan akan menjadi kunci untuk mengungkap potensi tindak pidana fraud dan aliran dana negara yang terkait dengan kegiatan operasional BUMN. Ia menambahkan, keberadaan unsur-unsur tersebut akan menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, khususnya Pasal 9G, secara eksplisit menyatakan bahwa anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara. Perubahan status ini menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk melakukan kajian mendalam terhadap implikasi hukumnya terhadap kewenangan penegakan hukum di lingkungan BUMN.
Berikut adalah poin penting dari UU BUMN yang menjadi perhatian Kejaksaan Agung:
- Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025: Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara. Perubahan status ini mempengaruhi mekanisme pengawasan dan penindakan terhadap potensi tindak pidana korupsi di BUMN.
- Fokus Penegakan Hukum: Kejaksaan Agung tetap fokus pada penegakan hukum terhadap tindak pidana fraud dan korupsi yang merugikan keuangan negara di BUMN, meskipun terdapat perubahan status pejabat BUMN.
- Penyelidikan Mendalam: Proses penyelidikan akan menjadi kunci untuk mengungkap potensi tindak pidana dan aliran dana negara yang terkait dengan kegiatan operasional BUMN.
- Kewenangan Kejaksaan Agung: Kejaksaan Agung terus melakukan pengkajian untuk memastikan kewenangan dalam penegakan hukum di BUMN tetap relevan dan efektif pasca-berlakunya UU yang baru.
Kajian yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan memperjelas batasan-batasan kewenangan lembaga tersebut dalam mengawasi dan menindak potensi tindak pidana korupsi di lingkungan BUMN, sehingga tetap terjaga akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara.