Proyek DME Pengganti LPG Terhambat Keekonomian dan Infrastruktur

Proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) menghadapi sejumlah kendala signifikan, terutama terkait dengan aspek keekonomian dan kesiapan infrastruktur. Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Arsal Ismail, mengungkapkan bahwa biaya produksi DME saat ini masih lebih tinggi dibandingkan harga jual yang ditetapkan oleh pemerintah, serta lebih mahal dari harga impor LPG.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Arsal menjelaskan bahwa harga DME bersubsidi mencapai US$ 710 per ton, jauh di atas harga LPG bersubsidi yang hanya US$ 474 per ton. Dengan estimasi kebutuhan DME sebesar 10,78 juta ton per tahun, total anggaran subsidi yang dibutuhkan mencapai Rp 123 triliun, sementara subsidi LPG hanya Rp 82 triliun. Perbedaan harga yang signifikan ini menjadi penghalang utama dalam pengembangan proyek DME.

Selain masalah keekonomian, proyek DME juga menghadapi tantangan teknis terkait infrastruktur. Hasil rapat Satuan Tugas (Satgas) hilirisasi bersama PT Pertamina (Persero) Tbk menunjukkan bahwa diperlukan pembangunan infrastruktur konversi, termasuk jalur distribusi sepanjang 172 km dan perangkat kompor rumah tangga yang kompatibel dengan DME. Kesiapan jaringan niaga dan distribusi bahan bakar alternatif ini secara luas juga menjadi perhatian penting.

PTBA menegaskan kesiapannya untuk menjalankan proyek hilirisasi ini dan menyatakan bahwa sejumlah investor telah menunjukkan minat. Namun, dukungan kebijakan dari pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala yang ada. Proyek DME ini diharapkan dapat mendukung ketahanan energi nasional dengan mengurangi ketergantungan pada impor LPG dan menyediakan energi bersih yang kompetitif untuk kebutuhan rumah tangga dan industri.

Sebelumnya, Air Products, mitra penyedia teknologi yang direncanakan sebagai processing company, mengundurkan diri dari proyek ini pada Februari 2023. Akibatnya, skema hilirisasi yang melibatkan PTBA sebagai pemasok batu bara, Pertamina sebagai off-taker, dan Air Products sebagai pengembang fasilitas produksi DME, belum dapat terwujud.

Berikut rincian kendala proyek DME :

  • Keekonomian: Biaya produksi DME lebih tinggi dari harga jual dan harga LPG impor.
  • Infrastruktur: Kebutuhan jalur distribusi dan kompor rumah tangga yang kompatibel dengan DME.
  • Mitra: Mundurnya Air Products sebagai mitra penyedia teknologi.

Dengan adanya kendala-kendala ini, realisasi proyek DME sebagai pengganti LPG masih memerlukan upaya dan dukungan yang signifikan dari berbagai pihak terkait.