Status Direksi BUMN dalam Pusaran Undang-Undang: Mahfud MD Soroti Pengelolaan Dana Negara

Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD, kembali menyoroti status direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam konteks hukum. Ia berpendapat bahwa direksi BUMN seharusnya dikategorikan sebagai penyelenggara negara mengingat tanggung jawab mereka dalam mengelola dana negara.

Menurut Mahfud MD, esensi dari Undang-Undang BUMN yang lama lebih relevan dalam konteks ini. Beliau menekankan bahwa direksi, karena mengelola keuangan negara, secara substansial memenuhi kriteria sebagai penyelenggara negara. Pernyataan ini disampaikan di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta Pusat, pada Senin (5/5/2025).

Sorotan terhadap Undang-Undang BUMN muncul setelah adanya anggapan bahwa direksi BUMN tidak lagi termasuk dalam kategori penyelenggara negara. Hal ini tertuang dalam Pasal 3X Ayat (1) dan Pasal 9G UU BUMN yang baru. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi berkurangnya wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menindak praktik korupsi di lingkungan BUMN.

Kewajiban penyelenggara negara untuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menjadi salah satu pintu masuk bagi KPK untuk mengusut dugaan korupsi. Dengan tidak terpenuhinya unsur penyelenggara negara, dikhawatirkan jajaran direksi BUMN akan semakin sulit tersentuh hukum jika melakukan tindak pidana korupsi. Feri Amsari, seorang pakar hukum tata negara, akademisi, dan aktivis hukum, juga menyampaikan kekhawatiran serupa.

UU BUMN yang baru menuai kritik karena berpotensi melegalisasi tindakan korupsi dengan dalih keputusan bisnis. Undang-undang ini seharusnya mengatur batasan yang jelas antara keputusan bisnis yang murni diambil sesuai prosedur korporasi dan tindakan korupsi yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok tertentu. Meskipun demikian, jika direksi BUMN terbukti melakukan korupsi, proses hukum harus tetap berjalan tanpa memandang lembaga yang berwenang untuk menindak.

Berikut point-point penting dari berita ini:

  • Pendapat Mahfud MD: Direksi BUMN seharusnya dikategorikan sebagai penyelenggara negara karena mengelola dana negara.
  • Kontroversi UU BUMN: Pasal-pasal dalam UU BUMN yang baru menuai kritik karena dianggap dapat mengurangi wewenang KPK dalam menindak korupsi di BUMN.
  • Kewajiban LHKPN: Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menjadi penting sebagai alat pengawasan dan pencegahan korupsi.
  • Potensi Legalisasi Korupsi: Kekhawatiran bahwa UU BUMN yang baru dapat digunakan untuk melegalisasi tindakan korupsi dengan berlindung di balik keputusan bisnis.
  • Penegakan Hukum: Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh direksi BUMN harus tetap diproses hukum tanpa memandang lembaga penegak hukum yang berwenang.

Undang-undang BUMN ini menjadi perdebatan karena menyangkut status direksi BUMN dalam tata kelola negara. Akankah UU BUMN yang baru dapat mengurangi tingkat korupsi, atau malah sebaliknya?