Tragedi Tawuran Belawan: Kriminolog Dorong Penggunaan Body Cam untuk Transparansi Polri
Tewasnya seorang remaja, M Suhada (15), dalam penertiban tawuran di Jalan Tol Belmera, Belawan, memicu perdebatan tentang standar operasional prosedur (SOP) penanganan konflik oleh aparat kepolisian. Kriminolog dari Universitas Panca Budi, Redyanto Sidi, menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tindakan petugas di lapangan. Menanggapi insiden yang melibatkan Kapolres Belawan, AKBP Oloan Siahaan, Redyanto mengusulkan agar Polri segera mengadopsi penggunaan body cam secara luas.
Menurut Redyanto, body cam bukan sekadar alat perekam, melainkan instrumen vital untuk memastikan objektivitas dalam penegakan hukum. Perangkat ini dapat merekam kejadian secara real-time, memberikan bukti visual yang tak terbantahkan, dan meminimalisir potensi spekulasi atau distorsi fakta. Ia menyarankan agar Polres Belawan dijadikan proyek percontohan mengingat tingginya tingkat kerawanan konflik sosial di wilayah tersebut. Redyanto menambahkan penggunaan body cam akan membantu evaluasi internal kepolisian dari tingkat Polres hingga Polda, sehingga dapat menerapkan pola penanganan yang lebih efektif dan sesuai dengan situasi di lapangan.
“Penggunaan body cam bukan berarti masyarakat tidak percaya kepada aparat. Alat ini justru dapat digunakan untuk kepentingan evaluasi internal kepolisian. Body cam ini juga membantu untuk evaluasi pihak kepolisian dalam tingkatan Polres sampai Polda, untuk bisa menerapkan pola yang lain atas adanya report dan situasi yang diambil dari body cam, sehingga ke depan diketahui apakah situasi yang sebenarnya,” ungkap Redyanto.
Sementara itu, pihak kepolisian melalui Kabid Humas Polda Sumatera Utara, Kombes Ferry Walintukan, memberikan keterangan terkait kronologi kejadian. Sebelum insiden, Kapolres Belawan telah memimpin apel siaga di Posko Berkawan. Menanggapi laporan tawuran antar-pemuda, Kapolres dan jajaran bergerak menuju lokasi. Dalam perjalanan melintasi Tol Belmera, mereka mendapati aksi tawuran dan penghadangan terhadap mobil dinas. Menurut keterangan Kombes Ferry, Kapolres telah melepaskan tembakan peringatan sebanyak tiga kali sebelum akhirnya terpaksa mengambil tindakan tegas karena merasa terancam oleh serangan pelaku tawuran yang menggunakan mercon dan batu. Dalam insiden tersebut, dua remaja terkena tembakan. M Suhada meninggal dunia akibat luka di bagian perut, sementara seorang remaja lainnya, B (17), mengalami luka di bagian tangan. Kombes Ferry menyatakan bahwa kondisi di lokasi kejadian saat itu kurang terang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi akurasi tembakan.
Kasus ini menyoroti kompleksitas penanganan konflik sosial di lapangan dan pentingnya perlindungan bagi semua pihak, baik aparat penegak hukum maupun masyarakat sipil. Penggunaan teknologi seperti body cam diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas Polri dalam menjalankan tugasnya.