UU Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jadi Sorotan, UNODC Disebut Kritik Pasal Gratifikasi

Sidang perkara dugaan suap yang melibatkan advokat Lisa Rachmat menghadirkan perdebatan menarik mengenai Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025), kuasa hukum Lisa Rachmat, Arteria Dahlan, melontarkan kritik pedas terhadap pasal yang mengatur tentang gratifikasi.

Arteria mengutip pernyataan dari United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), sebuah badan PBB yang bertugas mengawasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), sebagai dasar kritiknya. Menurut Arteria, UNODC menilai bahwa Pasal 12 B UU Tipikor, yang mengatur tentang gratifikasi, memiliki kekeliruan dalam penerapannya di Indonesia. Ia mempertanyakan bagaimana gratifikasi dapat dianggap sebagai suap jika pejabat yang menerimanya tidak melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kurun waktu 30 hari. Perbedaan mendasar antara suap dan gratifikasi, menurut Arteria, seharusnya menjadi pertimbangan penting.

"Undang-undang ini saya katakan aneh, ternyata bukan saya yang mengatakan aneh, Prof, yang mengatakan UNODC," ujar Arteria di persidangan saat mencecar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho, yang dihadirkan sebagai ahli dalam perkara Lisa Rachmat.

Menanggapi hal tersebut, Hibnu Nugroho mengakui bahwa pasal mengenai gratifikasi memang memiliki interpretasi yang fleksibel. Ia mencontohkan, pemberian hadiah ulang tahun atau bingkisan Lebaran kadang-kadang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, yang menurutnya terkesan kaku. Oleh karena itu, Hibnu menekankan perlunya pembedaan yang jelas antara gratifikasi yang dilarang dan gratifikasi yang diperbolehkan dalam konteks politik hukum. Ia memberikan contoh penerimaan yang diperbolehkan, seperti pemberian dalam acara ulang tahun atau praktik kearifan lokal yang tidak melampaui batas.

Perkara ini sendiri bermula dari dakwaan terhadap Lisa Rachmat yang diduga menyuap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan tujuan membebaskan kliennya, Gregorius Ronald Tannur, yang terlibat dalam kasus pembunuhan. Selain itu, Lisa juga didakwa melakukan pemufakatan jahat dengan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, serta mencoba menyuap hakim agung yang menangani kasasi Ronald Tannur.

Zarof Ricar juga menghadapi dakwaan terkait penerimaan gratifikasi senilai Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas. Aset dengan nilai total sekitar Rp 1 triliun ini ditemukan oleh penyidik Kejaksaan Agung saat melakukan penggeledahan di kediamannya di Senayan, Jakarta.