BPS: Penurunan Konsumsi Pemerintah Bukan Disebabkan Efisiensi Anggaran

Badan Pusat Statistik (BPS) membantah spekulasi bahwa penurunan konsumsi pemerintah pada kuartal pertama tahun 2025 disebabkan oleh kebijakan efisiensi anggaran. Data menunjukkan adanya kontraksi sebesar 1,38% secara tahunan pada konsumsi pemerintah, yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 dengan kontribusi negatif sebesar 0,08%. Angka ini kontras dengan pertumbuhan pesat sebesar 19,90% pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang memberikan kontribusi positif sebesar 1,09% terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal I 2024.

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa penurunan tersebut bukan merupakan akibat langsung dari efisiensi anggaran. Menurutnya, pada kuartal pertama, kementerian dan lembaga masih dalam tahap administrasi terkait realokasi anggaran. Dampak dari kebijakan efisiensi diperkirakan baru akan terasa pada kuartal II 2025 dan seterusnya. Proses administrasi ini mencakup realokasi anggaran ke berbagai kegiatan pemerintah dan ekonomi lainnya.

Penurunan konsumsi pemerintah lebih disebabkan oleh normalisasi belanja pemerintah setelah adanya pengeluaran besar terkait Pemilu 2024 pada kuartal I tahun sebelumnya. Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71,3 triliun untuk penyelenggaraan Pemilu 2024. Tidak adanya agenda pemilihan umum pada tahun 2025 menjadi salah satu faktor utama penurunan konsumsi pemerintah.

Kontraksi konsumsi pemerintah berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi, yang tercatat sebesar 4,87% pada kuartal I 2025, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 5,11% pada tahun sebelumnya. Konsumsi pemerintah menjadi satu-satunya komponen pengeluaran yang mengalami kontraksi. Sementara itu, komponen lain seperti Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 2,12%, ekspor tumbuh 6,78%, konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 3,07%, dan impor tumbuh 3,96%.

Perlu diketahui bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan efisiensi anggaran sebesar Rp 306,69 triliun, yang berasal dari efisiensi belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp 256,1 triliun dan dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 50,59 triliun. Kementerian Keuangan juga telah membuka blokir anggaran senilai Rp 86,6 triliun untuk 99 kementerian dan lembaga. Dari jumlah tersebut, Rp 33,11 triliun dialokasikan untuk mendukung restrukturisasi 23 kementerian dan lembaga baru dalam Kabinet Merah Putih, sementara sisanya, Rp 53,49 triliun, dialokasikan untuk 76 kementerian dan lembaga lainnya hingga 25 April 2025. Pembukaan blokir anggaran ini diharapkan dapat mempercepat belanja kementerian dan lembaga sejak bulan Maret.