Erick Thohir Tegaskan Komitmen Pemberantasan Korupsi di BUMN Pasca-UU BUMN Terbaru
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, memberikan tanggapan terkait kekhawatiran bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN (UU BUMN) dapat menghambat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menindak direksi dan komisaris BUMN yang terlibat korupsi. UU BUMN ini mulai berlaku pada 24 Februari 2025.
Erick Thohir menekankan bahwa tidak ada ruang bagi praktik korupsi di BUMN. Ia menjamin bahwa setiap direksi atau komisaris BUMN yang terbukti melakukan tindakan korupsi akan tetap diproses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menteri BUMN tersebut menyatakan bahwa ketentuan baru dalam UU BUMN tidak akan menjadi penghalang bagi penegakan hukum terhadap pelaku korupsi di lingkungan BUMN.
Saat ini, Kementerian BUMN sedang meningkatkan koordinasi dengan KPK dan Kejaksaan Agung untuk menyamakan pemahaman mengenai definisi kerugian negara atau kerugian korporasi. Upaya ini sejalan dengan tugas baru Kementerian BUMN dalam melakukan pengawasan dan investigasi terhadap praktik-praktik yang berpotensi merugikan negara di lingkungan BUMN.
Untuk memperkuat pengawasan internal, Kementerian BUMN akan menempatkan pejabat yang memiliki keahlian khusus dalam menangani tindakan korupsi di lingkungan perusahaan-perusahaan pelat merah. Langkah ini dilakukan karena selama ini Kementerian BUMN mengakui kekurangan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi khusus dalam bidang tersebut.
Erick Thohir menjelaskan bahwa dalam struktur organisasi dan tata kelola (SOTK) Kementerian BUMN yang baru, jumlah deputi akan ditambah dari tiga menjadi lima. Salah satu fungsi utama deputi yang baru ini adalah untuk menangani kasus-kasus korupsi di BUMN. Kementerian BUMN juga berencana untuk merekrut individu-individu yang memiliki pengalaman dan keahlian dari KPK dan Kejaksaan Agung untuk memperkuat tim pengawas internal.
Sebelumnya, KPK menyatakan akan mengkaji dampak UU BUMN terhadap kewenangannya dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan direksi BUMN. Pasal 9G UU BUMN menyebutkan bahwa anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai apakah KPK masih memiliki kewenangan untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan pejabat BUMN.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa KPK akan melakukan kajian mendalam untuk melihat sejauh mana aturan baru ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang dapat dilakukan oleh KPK. KPK juga akan memberikan masukan kepada pemerintah mengenai hal-hal yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki dalam upaya pemberantasan korupsi, termasuk terkait dengan UU BUMN.
Daftar Upaya Pemberantasan Korupsi di BUMN
- Koordinasi dengan KPK dan Kejaksaan Agung: Meningkatkan kerjasama untuk menyamakan pemahaman tentang definisi kerugian negara atau korporasi.
- Penguatan Pengawasan Internal: Menempatkan pejabat dengan keahlian khusus dalam menangani korupsi di lingkungan BUMN.
- Penambahan Deputi: Menambah jumlah deputi di Kementerian BUMN, dengan salah satu deputi fokus pada penanganan korupsi.
- Rekrutmen Tenaga Ahli: Merekrut individu dari KPK dan Kejaksaan Agung untuk memperkuat tim pengawas internal.
- Kajian UU BUMN: KPK melakukan kajian untuk memahami dampak UU BUMN terhadap kewenangannya dalam menangani kasus korupsi di BUMN.
Dengan langkah-langkah ini, Erick Thohir berharap pemberantasan korupsi di BUMN dapat dilakukan secara efektif dan berkelanjutan, serta mendukung upaya pemerintah dalam meminimalisasi kebocoran anggaran dan meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik.