Kejagung Telisik Celah Hukum dalam UU BUMN: Potensi Penindakan Korupsi Tetap Terbuka

Kejagung Telisik Celah Hukum dalam UU BUMN: Potensi Penindakan Korupsi Tetap Terbuka

Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) tengah melakukan kajian mendalam terhadap Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang baru disahkan. Kajian ini difokuskan untuk menganalisis implikasi UU tersebut terhadap kewenangan Kejaksaan dalam menindak dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan BUMN.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, menegaskan bahwa meskipun UU BUMN memuat ketentuan yang berpotensi membatasi ruang gerak penegak hukum, Kejaksaan tetap berkomitmen untuk memberantas korupsi di lingkungan BUMN. Pihaknya menekankan bahwa celah hukum tetap terbuka untuk melakukan penindakan, terutama jika ditemukan indikasi penyalahgunaan keuangan negara.

"Kami terus melakukan pengkajian dan pendalaman terhadap Undang-Undang BUMN. Hal ini penting untuk memastikan apakah kewenangan Kejaksaan masih relevan dalam konteks UU yang baru," ujarnya.

Kejagung berpandangan bahwa selama terdapat indikasi fraud, persekongkolan jahat, atau tipu muslihat yang melibatkan BUMN, dan terdapat aliran dana dari negara ke korporasi tersebut, maka unsur-unsur tindak pidana korupsi tetap terpenuhi. Hal ini membuka peluang bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut.

"Sepanjang ada fraud, misalnya persekongkolan atau permufakatan jahat, yang mana korporasi atau BUMN itu mendapat aliran dana dari negara, maka unsur tindak pidana korupsi tetap ada," tegasnya.

Kejaksaan Agung akan mendalami secara seksama ada tidaknya aliran uang negara yang masuk ke BUMN jika di kemudian hari ditemukan indikasi penyimpangan. Aliran dana negara yang terkait dengan kegiatan atau operasi BUMN akan menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Implikasi UU BUMN dan Upaya Penegakan Hukum

UU BUMN saat ini menjadi perdebatan karena dianggap dapat menghambat upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangkap pimpinan perusahaan pelat merah. Pasal dalam UU tersebut menyatakan bahwa organ dan pegawai BUMN tidak lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara.

Berikut adalah poin-poin penting terkait ketentuan tersebut:

  • Pasal 3X Ayat (1) UU BUMN: Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara.
  • Pasal 9G UU BUMN: Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

Sementara itu, Undang-Undang KPK mengatur bahwa subjek hukum yang dapat ditindak dalam kasus korupsi adalah penyelenggara negara. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana penegakan hukum terhadap dugaan korupsi di BUMN akan dilakukan di masa mendatang.

Kejaksaan Agung menyadari implikasi dari ketentuan ini dan berkomitmen untuk mencari solusi hukum yang tepat agar upaya pemberantasan korupsi di BUMN tetap efektif. Kajian terhadap UU BUMN akan terus dilakukan secara komprehensif untuk memastikan bahwa tidak ada celah bagi pelaku korupsi untuk meloloskan diri dari jerat hukum. Koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain, termasuk KPK, juga akan terus ditingkatkan untuk memperkuat sinergi dalam memberantas korupsi di Indonesia.