Gaza Terjebak dalam Krisis Kemanusiaan Akibat Blokade Israel dan Serangan yang Meningkat

Kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza terus memburuk akibat blokade bantuan oleh Israel dan intensifikasi serangan militer. Setelah hampir 19 bulan konflik, warga sipil di Gaza menghadapi situasi yang sangat sulit untuk bertahan hidup, dengan persediaan makanan dan obat-obatan yang semakin menipis dan kekhawatiran mendalam tentang masa depan mereka.

Blokade total Israel terhadap bantuan kemanusiaan dan komersial telah berlangsung selama dua bulan, sementara pengeboman di seluruh Gaza terus berlanjut. Keadaan ini telah menciptakan tragedi yang tak terlukiskan, di mana warga berjuang untuk bertahan hidup tanpa jaminan keamanan dan kesulitan besar dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan.

Kondisi yang Memprihatinkan

Seorang warga Gaza menggambarkan situasi tersebut sebagai bencana, dengan serangan udara dan artileri yang terus menerus menargetkan permukiman dan tempat perlindungan. Akibatnya, tidak ada tempat yang aman, dan kelaparan menjadi masalah yang meluas. Bahkan, pekerja kemanusiaan merasa tidak berdaya karena kekurangan sumber daya untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Lembaga-lembaga bantuan telah berulang kali memperingatkan tentang meningkatnya risiko kekurangan gizi dan kelaparan akibat penutupan toko roti, kenaikan harga bahan makanan pokok, dan penutupan perbatasan yang berkelanjutan. Meskipun beberapa sayuran masih tersedia di pasar, harganya telah melonjak, sehingga tidak terjangkau bagi sebagian besar warga Gaza yang tidak memiliki penghasilan.

Sistem Kesehatan di Ujung Tanduk

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan bahwa sistem layanan kesehatan di Gaza berada di ambang kehancuran. Rumah sakit dan fasilitas medis kewalahan menangani jumlah korban yang terus bertambah dan mengalami kekurangan obat-obatan penting, vaksin, dan peralatan medis.

Badan Pangan Dunia (WFP) telah mengumumkan bahwa persediaan makanan mereka untuk Gaza telah habis, dan sisa persediaan terakhir telah didistribusikan ke dapur umum dan toko roti. Namun, toko roti yang didukung WFP terpaksa ditutup karena kekurangan tepung terigu dan bahan bakar. Akibatnya, warga Gaza terpaksa mencari alternatif untuk memasak, seperti membakar kayu atau bahan-bahan lain yang tersedia.

Dampak pada Kehidupan Sehari-hari

Saat persediaan menipis, warga Gaza semakin khawatir tentang cara menghidupi keluarga mereka. Banyak yang terpaksa bergantung pada makanan kaleng dan tidak mampu membeli sayuran karena harganya yang mahal. Mencari kayu bakar juga menjadi tugas yang sulit karena sebagian besar pohon telah ditebang atau hancur akibat pengeboman.

Gencatan senjata yang sempat berlangsung singkat pada awal tahun 2025 sempat memberikan sedikit kelegaan bagi warga Gaza dan memungkinkan organisasi bantuan untuk mengisi kembali persediaan mereka. Namun, situasi kembali memburuk ketika Israel melanggar gencatan senjata dan melanjutkan serangan pada 18 Maret 2025, setelah fase pertama kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera berakhir.

Sebelum melanggar gencatan senjata, pemerintah Israel telah memerintahkan penutupan semua perlintasan perbatasan dan menghentikan seluruh pengiriman bantuan kemanusiaan serta komersial ke Gaza. Blokade ini merupakan bagian dari strategi yang disebut pihak Israel sebagai "tekanan maksimum" untuk memaksa Hamas membebaskan sisa sandera dan menggulingkan kelompok militan Palestina tersebut. Namun, tindakan ini telah menyebabkan penderitaan yang meluas bagi warga sipil di Gaza.

Tuduhan Pelanggaran Hukum Internasional

Sejumlah lembaga bantuan dan PBB telah menuduh Israel menggunakan bantuan kemanusiaan sebagai alat politik, yang berpotensi menjadi kejahatan perang karena berdampak pada seluruh populasi Gaza yang berjumlah 2,2 juta jiwa. Wakil Sekretaris Jenderal PBB bidang Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, Tom Fletcher, mengingatkan Israel bahwa sebagai kekuatan pendudukan, Israel wajib mengizinkan akses bantuan kemanusiaan.

Selama perang, populasi Gaza hampir sepenuhnya bergantung pada bantuan dan pasokan komersial dari luar. Namun, militer Israel secara terus menerus membuat warga mengungsi dan membentuk zona penyangga besar di utara, perbatasan timur, serta selatan, yang berakibat pada hilangnya akses warga Palestina ke lahan pertanian paling subur di Gaza.

Serangan Terbaru Meningkatkan Jumlah Korban

Gempuran Israel di Gaza terus berlanjut di tengah blokade bantuan kemanusiaan. Serangan udara Israel baru-baru ini telah menargetkan apartemen dan rumah di wilayah Jalur Gaza, menyebabkan sedikitnya 19 orang tewas, termasuk anak-anak dan wanita. Serangan-serangan ini semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan di Gaza.

Militer Israel belum memberikan komentar langsung atas laporan serangan mematikan itu. Namun, Tel Aviv semakin mengintensifkan pengeboman udara dan memperluas operasi darat di Jalur Gaza, sejak melanjutkan kembali serangannya di daerah kantong Palestina tersebut pada 18 Maret lalu, menyusul kolapsnya gencatan senjata dengan Hamas.

Kondisi Terkini

Berdasarkan laporan OCHA terbaru, serangan baru-baru ini dilaporkan menghantam gedung permukiman dan tenda pengungsian, terutama di Rafah dan Gaza Timur. Lembaga kemanusiaan memperkirakan lebih dari 423.000 orang di Gaza kembali mengungsi tanpa adanya tempat aman. Ini menjadi mimpi buruk bagi warga Gaza yang hanya berharap perang ini segera berakhir dan mereka dapat hidup dengan damai dan aman.