Hakim Heru Mengklaim Dirinya Tidak Terlibat dalam Pengaturan Suap Vonis Ronald Tannur

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menyidangkan kasus dugaan suap terkait vonis bebas Ronald Tannur dalam perkara kematian Dini Sera Afrianti. Dalam persidangan yang digelar, Senin (5/5/2025), terdakwa Hakim Heru Hanindyo menyampaikan pembelaannya (duplik). Ia mengklaim tidak terlibat dalam pengaturan suap yang melibatkan hakim lainnya.

Dalam dupliknya, Hakim Heru mengungkapkan sebuah kejadian menarik. Setelah sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada tanggal 22 April 2025, Hakim Mangapul, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini, mendatanginya di ruang tahanan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Hakim Mangapul menyampaikan rasa penyesalannya kepada Heru.

"Sungguh saya sangat terkesan terhadap sikap Mangapul yang telah mendatangi diri saya pada saat bersama keluarga kerabat dan tim penasihat hukum di ruang tahanan PN Jakarta Pusat sekitar pukul 18.00 WIB hari Selasa 22 April 2025," ungkap Heru dalam persidangan.

Menurut Heru, Mangapul menyatakan bahwa kejadian yang menyeret mereka berdua hanya diketahui oleh Erintuah Damanik dan Lisa Rachmat. Ia mengklaim Mangapul sama sekali tidak mengetahui perihal tersebut.

"Yang pada intinya Mangapul mengungkapkan penyesalan atas keterangan dirinya perihal diri saya. Dan mengatakan sebenarnya kejadian ini adalah hanya antara Erintuah Damanik dan Lisa Rachmat. Di mana Mangapul sejujurnya sama sekali tidak mengetahuinya," lanjut Heru.

Lebih lanjut, Heru menuturkan bahwa Mangapul juga menceritakan gejolak batin yang dialaminya, termasuk kondisi istri dan anaknya. Mangapul mengungkapkan bahwa istrinya mengalami hal serupa dengan istri dan anak Erintuah Damanik, yaitu terancam diproses pidana oleh penyidik.

Menutup pembelaannya, Hakim Heru memohon kepada majelis hakim untuk mengabulkan pembelaan dan duplik yang diajukannya, termasuk permohonan agar dirinya dinyatakan tidak terbukti bersalah.

Kasus ini bermula dari vonis bebas yang dijatuhkan kepada Ronald Tannur dalam kasus kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Vonis tersebut diduga diberikan sebagai imbalan atas suap senilai Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,6 miliar) yang diterima oleh tiga hakim PN Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

Jaksa penuntut umum mendakwa ketiga hakim tersebut telah melanggar pasal tentang penerimaan suap terkait dengan jabatan mereka sebagai hakim yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur.

Terungkap bahwa ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, berupaya agar anaknya bebas dari jeratan hukum. Ia kemudian meminta bantuan pengacara bernama Lisa Rahmat untuk mengurus perkara tersebut. Lisa Rahmat selanjutnya menghubungi mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang bersedia memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur.

Praktik suap tersebut berhasil, dan Ronald Tannur dibebaskan. Namun, belakangan terungkap bahwa vonis bebas tersebut diberikan sebagai imbalan atas suap. Jaksa kemudian mengajukan kasasi atas vonis tersebut ke Mahkamah Agung. MA mengabulkan kasasi tersebut dan menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur.

Poin-poin penting dalam kasus ini:

  • Hakim Heru Hanindyo mengklaim tidak terlibat dalam pengaturan suap.
  • Hakim Mangapul menyampaikan penyesalan kepada Heru dan mengaku tidak mengetahui perihal suap.
  • Kasus ini bermula dari vonis bebas Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti.
  • Vonis bebas tersebut diduga diberikan sebagai imbalan atas suap yang diterima oleh tiga hakim PN Surabaya.
  • Mahkamah Agung telah membatalkan vonis bebas Ronald Tannur dan menjatuhkan vonis 5 tahun penjara.