Polemik Gelar Pahlawan Soeharto Mengemuka, DPR Soroti Isu Korupsi dan HAM
Rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto kembali memicu perdebatan. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, dari Fraksi PDI-Perjuangan, menyerukan agar pemerintah melakukan kajian ulang secara mendalam terkait usulan tersebut. Desakan ini didasari oleh sejumlah catatan sejarah yang dianggap krusial, terutama yang berkaitan dengan dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi selama masa pemerintahan Orde Baru.
Abidin Fikri menekankan pentingnya mempertimbangkan rasa keadilan bagi para korban yang terdampak oleh kebijakan dan peristiwa di masa lalu. Menurutnya, pemberian gelar pahlawan di tengah belum tuntasnya penyelesaian hukum atas kasus-kasus tersebut dapat melukai perasaan para korban dan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap proses pemberian gelar kehormatan. Salah satu kasus yang disoroti adalah dugaan korupsi tujuh yayasan yang melibatkan Soeharto, yang hingga kini belum menemui titik terang penyelesaian hukum.
"Mengabaikan fakta sejarah dan ketidaktuntasan kasus hukum Soeharto akan mencederai semangat anti korupsi dan keadilan sosial yang sedang kita perjuangkan bersama," tegas Abidin. Ia meminta Kementerian Sosial (Kemensos) untuk tidak mengabaikan fakta-fakta sejarah dan memastikan bahwa usulan pemberian gelar pahlawan nasional telah melalui kajian yang komprehensif.
Sementara itu, Menteri Sosial Saifullah Yusuf menjelaskan bahwa usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto telah melalui proses yang berjenjang, dimulai dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat. Ia menyebutkan bahwa usulan tersebut telah memenuhi persyaratan administrasi yang diperlukan. Pemerintah menargetkan keputusan terkait pemberian gelar pahlawan nasional ini dapat diambil pada Mei 2025.
Selain nama Soeharto, terdapat sejumlah tokoh lain yang juga diusulkan untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional, di antaranya:
- KH Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)
- Sansuri (Jawa Timur)
- Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah)
- Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh)
- K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat)
- Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali)
- Deman Tende (Sulawesi Barat)
- Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara)
- K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur)
Usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto ini terus menjadi perdebatan di berbagai kalangan. Pro dan kontra muncul dengan berbagai argumentasi, mulai dari jasa-jasa pembangunan yang dilakukan selama masa pemerintahannya, hingga dampak negatif dari praktik KKN dan pelanggaran HAM yang terjadi.