Gelombang PHK Terjang Indonesia: Ribuan Pekerja Kehilangan Pekerjaan di Tengah Bayang-Bayang Pengangguran Kaum Muda
Gelombang PHK Mengkhawatirkan di Awal Tahun 2025
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) baru-baru ini mengungkapkan data yang cukup mengkhawatirkan mengenai kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyampaikan bahwa dari Januari hingga 23 April 2025, tercatat sebanyak 24.036 pekerja telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Angka ini menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Kondisi ini tentu menjadi perhatian serius, mengingat dampak PHK tidak hanya dirasakan oleh para pekerja yang kehilangan mata pencaharian, tetapi juga berpotensi menimbulkan masalah sosial dan ekonomi yang lebih luas. Kemenaker mencatat bahwa sektor industri pengolahan atau manufaktur menjadi penyumbang angka PHK tertinggi, diikuti oleh sektor perdagangan besar dan eceran, serta jasa lainnya. Beberapa provinsi yang paling terdampak adalah Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Riau.
Lonjakan PHK ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kerugian atau penutupan perusahaan akibat penurunan pasar domestik dan internasional, relokasi perusahaan untuk menekan biaya upah, perselisihan hubungan industrial, hingga efisiensi perusahaan dan transformasi bisnis. Bahkan, kepailitan dan masalah kewajiban kepada kreditur juga menjadi penyebab PHK.
Berikut adalah faktor dominan penyebab PHK:
- Kerugian atau penutupan perusahaan akibat penurunan pasar domestik dan internasional
- Relokasi perusahaan untuk menekan biaya upah
- Perselisihan hubungan industrial
- Tindakan balasan pengusaha akibat mogok kerja
- Efisiensi perusahaan untuk bertahan
- Transformasi bisnis perusahaan
- Kepailitan dan masalah kewajiban kepada kreditur
Tantangan Pengangguran di Kalangan Lulusan Muda
Selain masalah PHK, Kemenaker juga menyoroti tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan muda, terutama lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Kondisi ini diperparah oleh adanya ketidaksesuaian (mismatch) antara jurusan pendidikan yang diambil dengan kebutuhan industri saat ini.
Menanggapi tantangan ini, Kemenaker telah menyiapkan program School to Work Transition yang bertujuan untuk menekan angka pengangguran di kalangan lulusan muda. Program ini akan fokus pada pengembangan keterampilan masa depan, seperti elektronika industri, Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan (AI), serta keterampilan pendukung seperti soft skill, bahasa asing, dan kewirausahaan. Program ini akan diselenggarakan secara masif dengan skema hybrid melalui Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) swasta.
Data Pengangguran Nasional Meningkat
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang atau 4,76 persen dari total angkatan kerja nasional. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan Februari 2024. Menurut Kepala BPS, peningkatan ini terutama disebabkan oleh masuknya lulusan baru dan ibu rumah tangga ke pasar kerja.
Menteri Ketenagakerjaan menyatakan akan segera berkoordinasi dengan BPS untuk mencocokkan data dan melakukan analisis bersama guna mencari solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pengangguran di Indonesia.