Polemik Worldcoin di Bekasi: Antara Iming-Iming Rupiah dan Kekhawatiran Data Biometrik
Gelombang kekhawatiran melanda sebagian warga Bekasi yang sebelumnya tergiur program Worldcoin dan WorldID, usai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) membekukan operasional layanan tersebut. Iming-iming imbalan uang tunai, yang dijanjikan mencapai ratusan ribu rupiah, telah mendorong sejumlah warga untuk menyerahkan data biometrik retina mereka sebagai bagian dari proses verifikasi identitas digital.
Kini, penangguhan izin operasional Worldcoin dan WorldID oleh pemerintah telah menimbulkan berbagai reaksi. Bagi sebagian orang, keputusan ini menjadi pukulan telak, sementara bagi yang lain justru menjadi kelegaan tersendiri.
Udin, seorang pengemudi ojek online yang berdomisili di Tarumajaya, mengungkapkan kekecewaannya setelah mendapati gerai WorldID tempatnya berharap mencairkan koin digital tahap kedua telah tutup. Ia mengaku telah menyetorkan data retinanya dan sebelumnya berhasil menerima pencairan tahap pertama sebesar Rp 175.000. Lebih dari sekadar kehilangan potensi pendapatan, Udin kini dihantui kekhawatiran mengenai keamanan data biometrik matanya.
"Ngeri juga, tapi karena kebutuhan mau bagaimana lagi," ujarnya dengan nada pasrah.
Kisah berbeda dialami Devi, seorang warga Bekasi lainnya. Ia justru merasa bersyukur bahwa gerai WorldID telah ditutup sebelum ia sempat menyerahkan data biometriknya. Devi mengaku sempat tertarik dengan program tersebut, namun akhirnya mengurungkan niatnya setelah mempertimbangkan risiko penyalahgunaan data pribadi.
"Kecewa sih enggak kantor tutup, cuma alhamdulillah jadi data kami enggak disebar," ungkapnya.
Langkah pembekuan operasional Worldcoin dan WorldID oleh Kemkominfo didasari oleh laporan masyarakat yang mengindikasikan adanya aktivitas mencurigakan. Menurut Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkominfo, Alexander Sabar, pembekuan ini merupakan tindakan preventif untuk melindungi masyarakat dari potensi risiko.
Hasil investigasi awal mengungkap bahwa PT Terang Bulan Abadi, salah satu perusahaan yang mengoperasikan layanan tersebut, belum memiliki Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) yang sah. Bahkan, Worldcoin diduga menggunakan TDPSE milik badan hukum lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara.
Pemerintah telah memanggil perwakilan dari kedua perusahaan untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran sistem elektronik. Sementara itu, gerai-gerai WorldID yang sebelumnya beroperasi di Bekasi, termasuk di Rawalumbu, Bekasi Timur, dan Tarumajaya, telah menghentikan aktivitasnya.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyoroti isu sensitif mengenai perlindungan data pribadi di era digital. Masyarakat kini lebih waspada terhadap program-program yang menjanjikan imbalan dengan meminta data biometrik, dan pemerintah didesak untuk meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggara sistem elektronik.
Situasi ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk selalu berhati-hati dan mempertimbangkan dengan matang sebelum memberikan data pribadi kepada pihak lain, terutama jika imbalan yang ditawarkan terkesan terlalu menggiurkan. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan edukasi dan literasi digital kepada masyarakat agar lebih memahami risiko dan manfaat dari berbagai layanan digital yang ada.