Warga Bekasi Terjebak Dilema WorldID: Antara Iming-Iming Rupiah dan Kekhawatiran Keamanan Data Pribadi
Gelombang kekhawatiran dan kekecewaan melanda sebagian warga Bekasi setelah layanan WorldID dibekukan oleh pemerintah. Banyak yang kini merasa bimbang, terjebak antara harapan mendapatkan penghasilan tambahan dari penjualan data retina mata mereka dan ketakutan akan potensi penyalahgunaan informasi biometrik tersebut.
Sejumlah warga yang ditemui di sekitar gerai WorldID yang sudah tidak beroperasi di Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, mengungkapkan perasaan campur aduk mereka. Udin, seorang pengemudi ojek online, mengaku tergiur dengan iming-iming uang tunai yang dijanjikan. Ia bahkan sudah menerima Rp 175.000 pada pencairan pertama. Namun, penutupan gerai membuatnya kecewa karena gagal mencairkan koin tahap kedua. "Ngeri juga, tapi karena kebutuhan mau gimana lagi," ujarnya, mencerminkan dilema yang dihadapi banyak orang.
Di sisi lain, Devi, seorang warga lainnya, justru merasa lega dengan keputusan pemerintah membekukan WorldID. Ia mengaku batal mendaftarkan diri karena khawatir data retina matanya akan disalahgunakan. "Kecewa sih enggak kantor tutup, cuma alhamdulillah jadi data kami enggak disebar," ungkapnya, menunjukkan bahwa tidak semua orang terpikat oleh janji keuntungan finansial.
Kekecewaan juga dirasakan oleh Rian Renzi, yang mengaku telah memindai data retina matanya sejak pekan lalu namun belum menerima uang yang dijanjikan. Ia mendatangi kantor WorldID Tarumajaya dengan harapan bisa mencairkan dana tersebut, namun mendapati gerai tersebut sudah tutup. Senada dengan Rian, Meri juga mengungkapkan kekecewaannya karena tidak bisa mencairkan koin milik suaminya setelah menjual data biometrik retina. "Saya nemenin suami, mau nagih uang, tapi kok tutup," keluhnya di Kantor WorldID Narogong, Kota Bekasi.
Meri menceritakan bagaimana ia dan putranya tergiur untuk mendaftar WorldID setelah mendapatkan informasi dari orang lain. Proses pendaftaran terbilang mudah, tanpa memerlukan nomor identitas kependudukan. Mereka hanya diminta mengisi nama, tanggal lahir, dan informasi dasar lainnya melalui aplikasi World App. Setelah mendaftar, Meri mendapat pesan untuk datang ke ruko WorldID di Jalan Raya Narogong untuk verifikasi biometrik retina mata.
Awalnya, Meri merasa ragu mengapa hanya dengan memindai retina mata bisa mendapatkan uang. Ia kemudian bertanya kepada seorang pekerja WorldID mengenai asal-usul uang tersebut. "Saya bertanya juga, sebenarnya duit apa? Saya nanya gitu, 'Ini Bu, ini duit dari Rusia, jadi Rusia ingin berbagi ke masyarakat mana saja'. Bilangnya cuma untuk berbagi," jelas Meri. Penjelasan tersebut, meski terdengar aneh, cukup meyakinkan Meri untuk mengikuti proses pemindaian retina mata.
Ia kemudian bergabung dengan sembilan orang lainnya untuk memindai retina mata menggunakan perangkat kamera berbentuk bola yang disebut Orb. Setelah proses selesai, Meri langsung mendapatkan koin yang bisa dicairkan menjadi uang tunai. "Besoknya saya dapat uangnya. Saya dapat Rp 265.000, anak saya juga dapat," ungkapnya. Keberhasilan Meri dan putranya menarik minat suami dan tetangga mereka untuk ikut mendaftar WorldID. Namun, nasib baik tidak berpihak pada mereka. Setelah memindai retina mata, mereka tidak kunjung mendapatkan uang yang dijanjikan.
Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, mengakui bahwa banyak warganya yang telah menjual data retina mata mereka ke WorldID, dengan imbalan hingga Rp 800.000. Namun, mayoritas warga tidak mengetahui tujuan sebenarnya dari pemindaian data tersebut. "Ini sangat berisiko," ujarnya.
Tri Adhianto mengimbau warga yang telah memindai data retina mata untuk melaporkan diri ke Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Bekasi. Tujuannya adalah agar pemerintah dapat memitigasi potensi penyalahgunaan data retina warga. "Nanti kalau ada pemakaian data terkait warga, sejak awal kita lebih mudah mengantisipasi," jelasnya. Meskipun demikian, Tri mengaku belum mengetahui secara pasti manfaat dan tujuan penggunaan data retina tersebut oleh perusahaan WorldID. "Sejauh ini memang belum tahu manfaat dan juga untuk apa kemudian perusahaan tersebut melakukan aktivasi terkait dengan retina warga masyarakat Kota Bekasi," imbuhnya.
Berikut adalah daftar risiko yang mungkin terjadi:
- Pencurian Identitas
- Penipuan Finansial
- Diskriminasi
- Pengawasan Berlebihan
- Pelanggaran Privasi
Dengan adanya potensi risiko tersebut warga menjadi khawatir akan keamanan data pribadi mereka. Pemerintah Kota Bekasi menghimbau untuk lebih waspada dalam memberikan data pribadi kepada pihak ketiga.