Worldcoin dan World ID Dibekukan di Indonesia: Kontroversi Pemindaian Iris Mata Berbuntut Panjang
Worldcoin dan World ID Dibekukan di Indonesia: Kontroversi Pemindaian Iris Mata Berbuntut Panjang
Gelombang perbincangan mengenai platform Worldcoin dan World ID merambah media sosial, menampilkan antrean masyarakat di berbagai lokasi pendaftaran. Platform yang didirikan oleh CEO OpenAI, Sam Altman, ini menawarkan imbalan mata uang kripto (WLD) bagi pengguna yang bersedia melakukan pemindaian iris mata menggunakan perangkat khusus bernama Orb. Namun, dibalik popularitasnya, Worldcoin dan World ID menuai kontroversi yang berujung pada pembekuan izin operasional oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Indonesia.
Mengenal Worldcoin dan World ID Lebih Dekat
Worldcoin, yang didirikan pada tahun 2023 oleh Sam Altman, bertujuan untuk menciptakan mata uang kripto global (WLD) yang dapat diakses oleh semua orang. Proyek ini dijalankan oleh Tools for Humanity, sebuah perusahaan yang berbasis di San Fransisco dan Berlin. Worldcoin mengklaim memiliki kapitalisasi pasar yang signifikan dan jutaan pengguna aktif pada platform dompet digital mereka, World App. Aplikasi ini tidak hanya berfungsi sebagai dompet kripto, tetapi juga sebagai wadah untuk menyimpan World ID.
World ID sendiri merupakan identitas digital yang dirancang untuk membuktikan keaslian pengguna sebagai manusia, membedakannya dari bot atau kecerdasan buatan (AI). Proses pendaftaran World ID melibatkan pemindaian iris mata menggunakan Orb. Data iris mata yang dipindai kemudian diubah menjadi kode kriptografi menggunakan metode zero-knowledge proofs, yang diklaim tidak menyimpan data biometrik asli pengguna.
Dengan World ID, pengguna diharapkan dapat melakukan login ke berbagai platform secara lebih aman tanpa perlu memberikan informasi pribadi lainnya seperti email, nama, atau foto. Namun, konsep ini justru menimbulkan kekhawatiran terkait privasi dan keamanan data pribadi.
Kontroversi dan Kekhawatiran yang Meliputi Worldcoin
Model bisnis Worldcoin, yang memberikan imbalan mata uang kripto sebagai kompensasi atas pemindaian iris mata, menuai kritik pedas dari berbagai pihak. Banyak yang menilai praktik ini sebagai bentuk penyuapan atau eksploitasi data pribadi. Kekhawatiran semakin meningkat mengingat riwayat penyalahgunaan data yang kerap terjadi di dunia digital.
Selain itu, muncul laporan mengenai praktik penipuan yang dilakukan oleh proyek Worldcoin di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, Kenya, dan Chili. Dalam laporan tersebut, ditemukan bahwa proyek ini menawarkan hadiah tanpa menjelaskan secara transparan tujuan dari pengumpulan data iris mata pengguna. Insiden peretasan kredensial login operator Worldcoin pada tahun 2023 juga semakin memperburuk citra keamanan platform ini.
Santiago Siri, anggota dewan Proof of Humanity, bahkan menyebut Worldcoin sebagai bentuk kolonialisme data, mengingat operasi Orb lebih banyak dikerahkan di negara-negara dengan regulasi privasi yang lemah. Pengawasan ketat juga dilakukan oleh regulator di berbagai negara, termasuk Prancis dan Inggris, yang melakukan penyelidikan terkait pengumpulan data yang tidak jelas.
Pemerintah Kenya bahkan menuntut Worldcoin untuk menghentikan kegiatan pengumpulan datanya di negara tersebut. Di Indonesia, kekhawatiran ini berujung pada pembekuan izin operasional Worldcoin dan World ID oleh Kominfo.
Pembekuan Izin oleh Kominfo dan Langkah Selanjutnya
Kominfo membekukan izin Worldcoin dan World ID sebagai langkah preventif untuk melindungi masyarakat dari potensi risiko yang mungkin timbul akibat layanan digital tersebut. Pembekuan ini dilakukan menyusul laporan dari masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan terkait layanan Worldcoin.
Kominfo berencana memanggil perwakilan PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik. Berdasarkan catatan Kominfo, layanan Worldcoin di Indonesia menggunakan tanda daftar penyelenggara sistem elektronik (TDPSE) atas nama PT Sandina Abadi Nusantara, sementara PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik.
Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kasus Worldcoin menjadi sorotan penting mengenai perlindungan data pribadi dan tanggung jawab penyelenggara sistem elektronik di era digital.