Krisis Demografi: Populasi Anak di Jepang Anjlok ke Titik Terendah dalam Sejarah

Jepang menghadapi tantangan demografi yang semakin serius dengan penurunan populasi anak-anak ke level terendah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1950. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah anak-anak berusia 15 tahun ke bawah di Jepang diperkirakan hanya mencapai 13,66 juta jiwa pada 1 April 2025, mengalami penurunan signifikan sebesar 350.000 jiwa dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini menandai tren negatif yang berkelanjutan selama 44 tahun berturut-turut, mencerminkan perubahan sosial dan ekonomi yang mendalam di negara tersebut.

Proporsi anak-anak dalam total populasi Jepang juga mencapai rekor terendah, yaitu 11,1 persen. Angka ini terus menurun selama 51 tahun berturut-turut, menggarisbawahi semakin menua dan menyusutnya populasi Jepang. Data lebih rinci menunjukkan bahwa terdapat 6,99 juta anak laki-laki (turun 180.000 jiwa) dan 6,66 juta anak perempuan (turun 170.000 jiwa). Kelompok usia terbesar dalam populasi anak-anak adalah mereka yang berusia 12 hingga 14 tahun (3,14 juta jiwa), sementara kelompok terkecil adalah anak-anak berusia 0 hingga 2 tahun (2,22 juta jiwa). Pada tahun 1950, persentase anak-anak dalam total populasi Jepang mencapai 35,4 persen, menunjukkan penurunan yang dramatis dalam beberapa dekade terakhir.

Penurunan populasi anak-anak terjadi di seluruh 47 prefektur di Jepang. Prefektur Akita mencatat persentase anak terendah (8,8 persen), diikuti oleh Aomori (9,8 persen) dan Hokkaido (9,9 persen). Sebaliknya, Prefektur Okinawa memiliki rasio anak tertinggi (15,8 persen). Analisis dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menempatkan Jepang sebagai salah satu negara dengan proporsi anak terendah di dunia. Di antara 37 negara dengan populasi lebih dari 40 juta, Jepang berada di urutan kedua terendah, hanya di atas Korea Selatan (10,6 persen). Situasi ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang masa depan Jepang, termasuk potensi kekurangan tenaga kerja, beban yang lebih berat pada sistem pensiun dan perawatan kesehatan, serta penurunan vitalitas sosial dan ekonomi.

Beberapa faktor berkontribusi terhadap penurunan populasi anak-anak di Jepang, termasuk tingkat kelahiran yang rendah, pernikahan yang tertunda atau tidak terjadi, biaya membesarkan anak yang tinggi, dan kurangnya dukungan bagi orang tua yang bekerja. Pemerintah Jepang telah berupaya untuk mengatasi masalah ini melalui berbagai kebijakan, seperti meningkatkan tunjangan anak, menyediakan lebih banyak tempat penitipan anak, dan mempromosikan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Namun, efektivitas kebijakan ini masih perlu dievaluasi lebih lanjut untuk memastikan bahwa mereka dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap tren demografi yang mengkhawatirkan ini.