KPK Tegaskan Direksi dan Komisaris BUMN Terindikasi Korupsi Tetap Bisa Dijerat Hukum
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi tetap dapat diproses hukum, meskipun status mereka sebagai penyelenggara negara telah dihapus dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN. Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tetap dapat diterapkan terhadap mereka jika terbukti melakukan perbuatan koruptif.
"Dapat tidaknya direksi dan komisaris BUMN diproses dalam tipikor, tentunya tergantung pada konteks perbuatannya. Kalau perbuatannya terindikasi sebagai koruptor, tentunya dapat diproses menurut UU Tipikor," ujar Johanis. Dia menambahkan bahwa UU BUMN tidak menghalangi aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan pemberantasan korupsi terhadap direksi dan komisaris BUMN. UU tersebut hanya mengatur bahwa organ BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
Johanis juga menjelaskan bahwa peristiwa hukum terkait korupsi yang terjadi sebelum berlakunya UU Nomor 1 Tahun 2025 tetap dapat diproses sesuai ketentuan UU Tipikor. Hal ini memberikan kepastian hukum terhadap kasus-kasus korupsi yang mungkin terjadi sebelum adanya perubahan status penyelenggara negara bagi direksi dan komisaris BUMN.
UU BUMN sendiri menjadi sorotan karena Pasal 3X Ayat (1) menyatakan bahwa "Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara", dan Pasal 9G berbunyi "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara". Padahal, UU KPK mengatur bahwa subjek hukum yang ditindak dalam kasus korupsi adalah penyelenggara negara. Namun, KPK menegaskan bahwa perubahan status ini tidak menghalangi upaya pemberantasan korupsi di lingkungan BUMN.