Menkumham Tegaskan Petinggi BUMN Tetap Rentan Jerat Hukum dalam Kasus Korupsi

markdown Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas, memberikan penegasan bahwa direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak akan kebal hukum, khususnya dalam kasus tindak pidana korupsi. Pernyataan ini disampaikan untuk merespons kekhawatiran publik terkait potensi pelemahan penegakan hukum di lingkungan BUMN, menyusul disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.

Menurut Menkumham, UU BUMN yang baru tidak serta merta menghapus kewenangan aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut tuntas dugaan korupsi yang melibatkan petinggi BUMN. Justru sebaliknya, setiap indikasi tindak pidana, terutama korupsi, akan tetap diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Syaratnya, APH harus memiliki bukti yang kuat dan meyakinkan untuk menjerat para pelaku.

"UU BUMN sudah disahkan, namun bukan berarti penegakan hukum menjadi lemah. Aparat penegak hukum tetap berwenang untuk menindak setiap pelanggaran hukum, apalagi jika menyangkut tindak pidana korupsi. Tentu saja, penindakan ini harus didasarkan pada bukti yang kuat dan proses pembuktian yang akurat," ujar Supratman di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Senin (5/5/2025).

Lebih lanjut, Menkumham menjelaskan bahwa potensi jeratan hukum terhadap petinggi BUMN juga berlaku dalam kasus-kasus yang mengakibatkan kerugian negara. Dalam hal ini, APH akan melakukan evaluasi mendalam terhadap proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para petinggi BUMN tersebut. Jika terbukti bahwa proses bisnis yang dijalankan mengandung unsur yang merugikan negara, maka hal itu dapat menjadi dasar bagi APH untuk melakukan penindakan.

Supratman juga menyinggung tentang risiko kerugian yang mungkin timbul dalam aktivitas bisnis. Menurutnya, kerugian tersebut dapat dimaklumi apabila terjadi sebagai akibat dari perencanaan yang matang dan sesuai dengan kondisi pasar. Namun, jika kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan yang tidak profesional atau bahkan mengandung unsur kesengajaan, maka hal itu akan menjadi pertimbangan serius bagi APH.

"Dalam dunia bisnis, untung dan rugi adalah hal yang wajar. Namun, yang terpenting adalah proses pengambilan keputusan harus dilakukan secara profesional dan transparan. Jika kerugian timbul karena faktor eksternal atau kondisi pasar yang berubah, maka hal itu dapat dimaklumi. Namun, jika kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan yang tidak bertanggung jawab, maka hal itu akan menjadi perhatian aparat penegak hukum," tegas Menkumham.

Dengan pernyataan ini, pemerintah berharap dapat memberikan kepastian hukum bagi para pelaku bisnis di lingkungan BUMN, sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.