Antisipasi Keracunan, Badan Gizi Nasional Perketat Pengawasan Program Makanan Bergizi

Serangkaian insiden keracunan massal yang melibatkan program makanan bergizi (MBG) telah mendorong Badan Gizi Nasional (BGN) untuk memperketat standar operasional prosedur (SOP). Langkah ini diambil sebagai respons terhadap kekhawatiran publik dan sebagai upaya preventif untuk memastikan keamanan dan kualitas makanan yang didistribusikan kepada siswa.

Kepala BGN, Dadan Hindayana, dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, mengungkapkan bahwa evaluasi menyeluruh sedang dilakukan untuk mengidentifikasi titik-titik lemah dalam sistem yang ada. Salah satu fokus utama adalah penerapan uji organoleptik secara wajib sebelum makanan didistribusikan. Uji ini melibatkan pemeriksaan visual, penciuman, dan perasa untuk memastikan makanan memenuhi standar kualitas yang ditetapkan.

"Kami akan menugaskan personel khusus untuk melakukan uji organoleptik di sekolah-sekolah sebelum makanan dibagikan," ujar Dadan.

Selain uji organoleptik, BGN juga akan memperketat proses pemilihan bahan baku. Kasus keracunan di Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, menjadi pelajaran berharga. Meskipun proses pengolahan makanan dinilai baik, penyimpanan bahan baku yang kurang tepat diduga menjadi penyebab masalah.

"Di PALI, ikan disimpan dalam freezer setelah diterima pada hari Jumat, kemudian diolah setengah matang, dibekukan kembali, dan kemudian diolah lagi. Meskipun hasil tes menunjukkan kondisi baik, kasus keracunan tetap terjadi," jelas Dadan.

Untuk mengatasi masalah ini, BGN akan menekankan pentingnya penggunaan bahan baku yang segar dan menghindari penyimpanan yang terlalu lama.

"Kami memutuskan bahwa pemilihan bahan baku harus lebih selektif, sebaiknya menggunakan bahan yang lebih segar," tegasnya.

Selain kualitas bahan baku, BGN juga akan mengatur waktu pengolahan dan distribusi makanan. Makanan yang dimasak terlalu awal berpotensi basi dan membahayakan kesehatan siswa. Oleh karena itu, BGN akan menetapkan batasan waktu yang jelas antara penyiapan, pengiriman, dan konsumsi makanan.

"Kami ingin menerapkan aturan ketat mengenai waktu memasak dan pengiriman makanan untuk mencegah makanan menjadi basi," kata Dadan.

Protokol keamanan selama proses pengantaran dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) ke sekolah juga akan ditingkatkan. BGN berupaya meminimalkan waktu distribusi dan memastikan makanan segera dikonsumsi setelah diterima.

"Kami akan menerapkan toleransi waktu antara penerimaan makanan dan konsumsi. Jika jam makan adalah jam 9, makanan harus tiba paling lambat jam 8.45 dan harus dikonsumsi dalam waktu 15-30 menit setelahnya," jelas Dadan.

Kasus keracunan akibat MBG telah terjadi di beberapa daerah, termasuk PALI, Tasikmalaya, dan Bandung. Insiden-insiden ini menjadi pemicu bagi BGN untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan mengambil langkah-langkah preventif guna memastikan keamanan dan kualitas makanan yang diberikan kepada siswa.

Dengan perbaikan SOP, pengawasan yang lebih ketat, dan koordinasi yang lebih baik, BGN berharap dapat mencegah terulangnya kasus keracunan dan memberikan makanan bergizi yang aman dan bermanfaat bagi kesehatan siswa.