Temuan Anggota DPR: Program Makan Bergizi Gratis di NTB Diduga Bermasalah, Kualitas Makanan Dikeluhkan
Anggota Komisi IX DPR RI, Muazzim Akbar, menyoroti implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai belum optimal. Peninjauan langsung di Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap sejumlah permasalahan serius terkait kualitas makanan yang disajikan kepada siswa.
Dalam rapat Komisi IX DPR RI, Muazzim mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bertanggung jawab atas program MBG. Ia menduga kurangnya pengawasan dari Badan Gizi Nasional (BGN) menjadi penyebab utama masalah ini. "Begitu banyak SPPG yang saya lihat masih asal-asalan," ujarnya, Selasa (6/5/2025).
Beberapa temuan yang mengkhawatirkan di lapangan antara lain:
- Makanan Tidak Layak Konsumsi: Muazzim menceritakan pengalamannya menyaksikan langsung seorang siswa SD yang terkejut menemukan ulat di dalam buah yang seharusnya menjadi bagian dari menu MBG. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar tentang standar kebersihan dan kualitas bahan makanan yang digunakan.
- Kualitas Buah Rendah: Selain itu, ia juga menemukan siswa SMP yang menerima buah jeruk dengan kualitas yang sangat buruk. Jeruk tersebut berukuran kecil dan rasanya sangat asam, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
- Nasi Keras dan Tidak Layak Makan: Permasalahan lain yang ditemukan adalah nasi yang sangat keras dalam menu MBG. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa beras yang digunakan adalah beras berkualitas rendah yang dibeli dengan harga murah untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Muazzim mempertanyakan standar pembelian bahan makanan yang diterapkan dalam program MBG. Ia juga menyoroti kurangnya koordinasi dan mekanisme pengaduan yang jelas bagi SPPG jika menghadapi masalah dalam pelaksanaan program. "Saya tanya sama SPPG-nya, kalau ada keluhan, dia bingung mau mengeluh ke mana karena penanggung jawab di masing-masing provinsi atau kabupaten/kota itu enggak ada," ungkapnya.
Akibat berbagai permasalahan ini, Muazzim khawatir program MBG tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. Ia bahkan menyebutnya sebagai "bom waktu" jika tidak segera dilakukan evaluasi dan perbaikan yang menyeluruh. Menurutnya, realisasi program MBG saat ini jauh dari harapan dan berpotensi merugikan siswa sebagai penerima manfaat.
Temuan ini menggarisbawahi perlunya perhatian serius dari pemerintah dan pihak terkait untuk memastikan program MBG dilaksanakan dengan baik dan memberikan manfaat yang optimal bagi kesehatan dan gizi anak-anak Indonesia. Pengawasan yang ketat, standar kualitas makanan yang jelas, dan mekanisme pengaduan yang efektif menjadi kunci keberhasilan program ini.